ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Oleh: Bukhari, Wartawan Poskota
PENCALONAN Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024 oleh NasDem membuat hubungannya dengan PDI Perjuangan belakangan ini memanas.
Berulangkali elite PDIP menyindir NasDem usai partai yang dipelopori oleh Surya Paloh mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) mereka untuk Pemilu 2024.
Anehnya, PDIP malah terlihat adem ayem saja tak menunjukkan gelagat yang sama terhadap Gerindra. Padahal jelas-jelas partai berlambang kepala garuda itu jauh sebelumnya telah mengumumkan bahwa ketua umumnya yakni Prabowo Subianto siap sebagai capres untuk Pilpres mendatang. Aneh, bukan?
Serangan demi serangan partai banteng ke NasDem ini pun seolah menjadi tanda tanya. Mengapa PDI-P seolah keras ke NasDem, tapi lunak ke Gerindra yang sama-sama telah mendeklarasikan calon presiden?
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto menjadi yang paling gencar menyentil NasDem. Bahkan Hasto mengibaratkan deklarasi Anies sebagai capres NasDem seperti peristiwa 10 November 1945 yang terjadi di Surabaya.
Dalam peristiwa itu, terjadi aksi perobekan kain biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya, Jawa Timur, sehingga yang tersisa hanya bendera kebangsaan Indonesia, merah putih.
Hasto menyebut biru itu dulu warna Belanda. Kalau sekarang kan ada warna biru lainnya juga ya. Anies kan banyak warna biru.
Sebagaimana peristiwa 10 November tersebut, kata Hasto, belakangan ada "biru" yang terlepas dari pemerintahan Presiden Jokowi. "Biru" itu lepas karena sudah memiliki calon presiden sendiri.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT