ADVERTISEMENT

Kebenaran Palsu

Senin, 10 Oktober 2022 06:00 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

PARA elite politik di level  manapun untuk berani terbuka mengakui kesalahan sebagai bentuk evaluasi, bukan menutupinya dengan mengalihkan kesalahan kepada pihak lain. Bak pepatah buruk rupa cermin dibelah..” -Harmoko-
 
Ada kecenderungan bagi sementara kalangan masih sibuk mencari-cari kesalahan, ketimbang mengedepankan kebenaran. Menjadi keprihatinan kita, jika beragam upaya mencari-ari kesalahan ini dijadikan manuver unggulan untuk memenangkan kontestasi Pemilu 2024, baik pilpres, pileg maupun pilkada.

Tak ada undang-undang yang melarang, tetapi  manuver politik semacam ini, tak sejalan dengan etika demokrasi kita yang bernafaskan kepada nilai-nilai luhur pedoman hidup bangsa.

Dalam butir-butir pengamalan Pancasila tidak terdapat kata yang berbunyi  “mencari-cari kesalahan”, yang ada adalah “berani membela kebenaran dan keadilan”. Kalimat ini terukir secara jelas dan tegas pada satu dari sepuluh butir nilai-nilai sila kedua Pancasila yang wajib diamalkan.

Mengapa demikian?Jawabnya dapat disebutkan bahwa masyarakat adil dan makmur, adil dalam kemakmuran dan makmur yang berkeadilan sebagai cita-cita bangsa dan negara dapat terwujud jika kebenaran dan keadilan ditegakkan.

Lantas siapa yang menegakkan? Jawabnya sudah pasti kita semua. Tentu, negara bertanggung jawab secara keseluruhan dalam pelaksanaannya. Dari mulai mengedukasi, memfasilitasi, mengalokasikan anggaran, memberi kewenangan kepada badan/lembaga yang bertanggung jawab atas pelaksanaan hingga evaluasi. Terus melakukan evaluasi tiada henti baik secara kelembagaan maupun personal yang memproduksi kebijakan.

Kita sebagai warga negara, sebagai anak bangsa ikut pula berkewajiban mengamalkan, mulai dari masing-masing  individu, keluarga, dan masyarakat secara bersama-sama. Lebih-lebih para elite politik, petinggi dan kader parpol yang tengah mempersiapkan kandidatnya maju ke kontestasi. Politisi yang tengah merumuskan calon pemimpin bangsa ke depan, era pemerintahan mendatang.

Menegakkan kebenaran dengan kejujuran adalah tuntutan, bukan kebenaran yang direkayasa – diwarnai kepalsuan. Sementara mencari – cari kesalahan yang berujung kepada tersajinya kesalahan palsu atau dipalsukan hendaknya dihindarkan.

Bagaimana kita membentuk pemerintahan dan pemimpin bangsa yang kredibel, jika dalam prosesnya sudah diwarnai dengan kebenaran palsu ataupun kebenaran yang dipaksakan demi meraih kemenangan?

Kita semua tentu tak ingin kebenaran palsu atau kesalahan palsu yang pada akhirnya akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sering terjadi, dalam manuver politik, kebenaran dikaburkan, sedangkan kesalahan ditonjolkan kepada lawan politiknya guna menggerus simpati pubik. Tujuannya tak lain, menurunkan popularitas dan elektabilitas pesaing, dengan harapan simpati publik beralih kepada kandidat yang diusungnya.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Berita Terkait
1 tahun yang lalu
1 tahun yang lalu
1 tahun yang lalu
1 tahun yang lalu
1 tahun yang lalu

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT