ADVERTISEMENT

Petaka Gas Air Mata

Rabu, 5 Oktober 2022 06:02 WIB

Share
Asap gas air mata selimuti tribun penonton saat kericuhan suporter di Stadion Kanjuruhan usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. (foto: ist)
Asap gas air mata selimuti tribun penonton saat kericuhan suporter di Stadion Kanjuruhan usai pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya. (foto: ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh:Ilham,WartawanPoskota

DUKA masih menyelimuti sepakbola Indonesia. Tidak ada yang percaya tragedi Kanjuruhan memakan banyak korban jiwa. Para suporter Arema FC yang tewas diduga mayoritas akibat menghirup asap dari gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian.

Asap tersebut tidak hanya membuat perih mata, namun juga menyesakkan dada. Kondisi itu membuat para suporter tidak punya pilihan lain selain berlomba-lomba keluar dari dalam Stadion Kanjuruhan dengan menjebol ventilasi tembok untuk mendapatkan udara segar.

Naas pintu keluar yang tidak memadai dan tertutup rapat membuat para suporter menumpuk hingga saling dorong dan terinjak-injak kehabisan nafas. Tidak hanya remaja dan orang dewasa yang tewas, anak dibawah umur juga ikut menjadi korban.

Tragedi ini jelas mengguncang dunia sepakbola, pasalnya di jaman modern saat ini masih terjadi pengelolaan sebuah pertandingan yang tidak profesional. Tercatat ada 448 orang menjadi korban dan 125 diantaranya tewas mengenaskan.

Publik menilai Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru (LIB) dan Polri yang berkompeten mengelola pertandingan dan keamanan selama ini dianggap tidak becus. Buktinya, sudah banyak korban suporter berjatuhan sebelum peristiwa Kanjuruhan ini terjadi, namun tidak ada tindakan dan sanksi tegas diberikan.

Akibatnya, hampir di setiap pertandingan sepak bola tidak lagi mementingkan keamanan dan kenyamanan suporter, namun bagaimana menghasilkan cuan sebanyak-banyaknya dari setiap event. Seperti kasus dua suporter Bobotoh tewas saat laga Persib vs Persebaya di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA), pada Jumat (17/6/2022) tidak tahu rimbanya dan hilang ditelan bumi.

Wajar jika desakan publik agar Ketua Umum (Ketum) PSSI Mochamad Iriawan untuk segera mundur dari pucuk pimpinan tertinggi sepak bola tanah air. Begitu juga aparat keamanan, Kapolri juga dinilai tidak tegas dan ambigu di dalam mengambil keputusan. Kenapa hanya Kapolresta Malang yang dicopot ?

Bukan-kah dalam rapat pimpinan Polri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan jika ada Kepala Kesatuan Wilayah (Kasatwil) Kapolda, Kapolres dan Kapolsek yang melakukan pelanggaran sedang dan berat, maka dua pimpinan diatasnya akan dicopot.

Artinya, Irjen Nico Afinta sebagai Kapolda Jawa Timur juga harus dicopot karena tidak becus membina anak buahnya. Disisi lain Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk mengusut tragedi kematian ratusan suporter harus menghasilkan yang kongkrit. Bukan cuma sekadar evaluasi semata.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT