Sinkronisasi Tata Ruang dan Pertanahan Dalam Proses Pengadaan Tanah

Selasa 27 Sep 2022, 19:52 WIB
Melihat Wajah Baru Kampung Susun Kunir. (Ahmad Tri Hawaari)

Melihat Wajah Baru Kampung Susun Kunir. (Ahmad Tri Hawaari)

DALAM mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan di Indonesia, sistem perencanaan pembangunan nasional dirumuskan menjadi rencana pembangunan dan rencana tata ruang. Rencana tata ruang merupakan wujud susunan dari suatu tempat kedudukan yang berdimensi luas dan isi dengan memperhatikan struktur pola dari tempat tersebut berdasarkan sumber daya alam maupun buatan yang tersedia secara aspek administratif dan aspek fungsional.

Ringkasan Eksekutif

* Tata Ruang merupakan bagian dari sistem perencanaan pembangunan Nasional

* Pengadaan tanah untuk mewujudkan sarana pelayanan umum harus memperhatikan rencana tata ruang

* Potensi risiko konflik pertanahan jika rencana tata ruang tidak berlandaskan data pertanahan yang valid. 

Kajian Empiris

Perencanaan Tata Ruang dituang kedalam rencana pola ruang maupun struktur ruang wilayah yang didalamnya juga memuat arahan pemanfataan ruang untuk sarana pelayanan umum. Pembangunan Sarana Pelayanan Umum, diwujudkan melalui 2 hal, yakni pemanfaatan aset eksisting lahan pemerintah maupun pengadaan tanah.

Dalam Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana diubah dalam Undang-undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Pengadaan tanah merupakan kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil.

Lebih lanjut pengadaan tanah maupun perizinan dilakukan dengan memperhatikan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang maupun Rencana Tata Ruang Wilayah.

Dalam pelaksanaan pengadaan tanah, legalitas tanah menjadi pertimbangan yang utama. Legalitas status kepemilikan tanah menentukan seberapa besar tanah yang dapat diakuisisi. Selain itu overlay bidang tanah terhadap rencana tata ruang juga menjadi dasar delineasi perencanaan pembangunan yang akan dilakukan.

Jika rencana pemanfaatan ruang yang disusun tidak sesuai dengan kenampakan bidang tanah yang ada, akan memicu berbagai macam potensi konflik. Salah satu konflik yang berpotensi timbul yakni akuisisi terhadap bidang tanah tidak dapat dilakukan secara menyeluruh melainkan hanya dapat dilakukan sebagian dari bidang yang ada di sertifikat, karena dalam pengambaran rencana pola ruang zona sarana pelayanan umum yang disusun tidak mengakomodir seluruh bidang tanah. Disisi lain masyarkat menjadi diharuskan untuk melakukan pemecahan terhadap sertifikat tanah yang dimilikinya. 

Selain itu, dengan adanya penggambaran 2 zona akibat tidak sinkornnya data pertanahan dengan rencana pola ruang yang ada akan berisiko menimbulkan konflik sosial lainnya, seperti halnya penentuan harga tanah per meter untuk seluruh bidang tanah. Sebagai contoh dalam satu bidang tanah terdapat zona lindung (ruang terbuka hijau) dan zona budi daya (sarana pelayanan umum). 

Hal tersebut akan membuat harga tanah dalam bidang tersebut tidak seragam, dan menyebabkan pengaturan intensitas bangunan yang berbeda. Jakarta sendiri memiliki sistem KAKAP (Kadaster Lengkap) yang mengelaborasi bidang pertanahan dengan rencana detail tata ruang, sehingga proses perencanaan ruang, revisi tata ruang dan penerbitan hak atas tanah dapat terdeskripsikan dengan baik.

Rekomendasi Kebijakan

*Perlu ada upaya sinkronisasi seluruh bidang tanah dengan rencana tata ruang

*Perlu adanya forum / platform bersama antara Dinas Tata Ruang dan Kantor Pertanahan untuk menyelaraskan rencana tata ruang dengan rekomendasi penerbitan bidang tanah. 

Daftar Pustaka

*Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

*Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum

*Undang-Undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

*Peraturan Menteri ATR/BPN No 13 Tahun 2021 Pelaksanaan KKPR dan Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang.

Disusun oleh Kelompok 1, Ferdinand Setiawan. 

News Update