Obrolan Warteg: Nangis Kebo

Senin 12 Sep 2022, 07:54 WIB

OBROLAN warteg. Badai seolah tiada henti menimpa kehidupan, utamanya rakyat kecil yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia yang saat ini  275,77 juta  jiwa.

Seperti diketahui, penduduk miskin di bawah 10 persen, tetapi yang rentan miskin sebanyak 67 persen. Kelompok inilah yang sangat rapuh terkena badai ekonomi, utamanya kenaikan harga.

“Termasuk kita–kita ini yang tiba-tiba menjadi sangat miskin karena tidak berdaya akibat kenaikan harga,” kata mas Bro mengawali obrolan di warteg ujung gang sambil maksi bersama sohibnya, Yudi dan Heri.

“Betul Bro. Sejak akhir tahun lalu, kita sudah digoncang dengan kenaikan harga kebutuhan sehari-hari. Lepas tahun baru, harga fluktuatif.  Belum selesai soal harga, minyak goreng menghilang dari pasaran pada bulan Februari tahun ini,” kata Heri.

“Wah ..mas Heri cermat juga mengikuti perkembangan harga,” celetuk Ayu Bahari, pemilik warteg.

“Bukan cermat, tapi napak tilas kenaikan harga yang tidak akan hilang dari memori kita,” ujar Heri. “Belum tuntas minyak goreng, digempur lagi kenaikan harga menjelang puasa, selama puasa menjelang lebaran,” tambah Heri.

“Usai lebaran yang biasanya turun, untuk tahun ini tidak kompromi. Sejumlah komoditas fluktuatif seperti telor dan daging ayam dan cabai,” tambah Yudi.

“Malah awal September sejumlah komoditas pangan seperti  beras, bawang hingga cabai rawit sudah naik harga. Meski kecil, seolah menyambut isu kenaikan harga BBM,” tanya Heri.

“Baru isu sudah naik, setelah BBM naik, kenaikan harga pangan kian menggila. Kita semakin tidak berdaya,” kata mas Bro mewek.

“Nggak usah nangis Bro, hadapi kenyataan,” hibur Yudi.

Mas Bro tetap mewek tapi nggak keluar air mata.Boleh jadi air mata sudah kering terkuras kepedihan. Mas Bro “Nangis kebo” – tangis ketidakberdayaan menghadapi kenyataan pahit dan sulitnya kehidupan. (jokles)
 

News Update