JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kenaikan harga BBM jenis Pertamax non subsidi yang bersamaan dengan kenaikan BBM jenis Pertalite tidak sejalan dengan upaya pembatasan BBM bersubsidi.
Penilaian ini disampaikan Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira.
“Kenapa? Karena yang sebelumnya disuruh tidak mengkonsumsi Pertalite untuk bergeser ke Pertamax kalau selisih harga Pertamax dan Pertalitenya cukup lebar sekitar 4.500 sekarang ini maka orang akan tetap migrasi ke Pertalite dan pembatasan juga sampai sekarang tidak dilakukan,” katanya seperti dikutip dari VOA pada Jumat (9/9/2022).
Pemerintah dapat mencegah kenaikan harga BBM bersubsidi bila dapat menutup kebocoran BBM Solar bersubsidi yang mencapai 70 persen ke industri, perkebunan, dan pertambangan berskala besar.
Sektor pertambangan batubara misalnya sudah menikmati keuntungan dari kenaikan harga komoditas dan royalti nol persen untuk hilirisasi batu bara.
“Harusnya royaltinya dinaikkan. Pajak untuk bea keluar juga dinaikkan sehingga itu bisa menjadi pemasukan negara mengompensasi agar subsidi ini tetap terjaga,” jelas Bhima Yudhistira.
Dia melanjutkan,”Nah keuntungan kedua yang dinikmati pelaku usaha ini selama bertahun-tahun adalah menikmati solar bersubsidi. Jadi ini yang seharusnya ditutup dulu baru bicara mekanisme harga.”
Dikatakannya kenaikan BBM tidak hanya semata menyangkut transportasi manusia tetapi juga transportasi pangan.
Kenaikan BBM akan semakin melemahkan daya beli masyarakat yang sebelumnya sudah terpukul oleh pandemi COVID-19 dan kenaikan harga pangan. ***