BANDUNG, POSKOTA.CO.ID
Beragam fakta menarik terungkap dalam persidangan dugaan suap auditor BPK Jawa Barat yang menjerat Bupati Bogor Ade Yasin, di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (24/8/2022).
Empat Auditor BPK yang memberikan kesaksian bahwasanya, penerimaan uang dari oknum pejabat Pemkab Bogor, tidak ada korelasinya dengan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) seperti tudingan KPK kepada Bupati Bogor Ade Yasin.
Keempat saksi itu kompak menyatakan, meski terima uang jutaan namun tidak pernah ada permintaan agar hasil audit laporan keuangan Pemkab Bogor Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Pengakuan para auditor ini memutus dugaan jaksa KPK mengenai dana suap agar hasil audit LKPD 2021 dengan hasil WTP. Bahkan, KPK sebelumnya secara resmi merilis operasi tangkap tangan kepada Ade Yasin yang juga Ketua DPW PPP Jawa Barat itu.
Ke empat saksi yang kini berstatus tersangka KPK itu antara lain, Anthon Merdiansyah (Pegawai BPK Jabar/Kasub Auditoriat Jabar III/Pengendali Teknis), Arko Mulawan (Pegawai BPK Jabar/Ketua Tim Ad Interim Kabupaten Bogor), Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa (Pegawai BPK Jabar/Pemeriksa) dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah (Pegawai BPK Jabar/Pemeriksa).
Dalam persidangan ini para auditor mengaku menerima uang dari berbagai pihak yang berkaitan dengan Pemkab Bogor dengan besaran yang berbeda-beda.
Dalam persidangan ke sepuluh itu, juga terungkap bahwa kasus dugaan suap Pemkab Bogor kepada BPK Jawa Barat terdapat perbedaan jumlah uang dalam dakwaan jaksa dengan pengakuan para saksi dari BPK yang menjadi tersangka penerima suap.
Dalam surat dakwaan KPK, jaksa menyebut Pemkab Bogor memberikan uang dengan total Rp1.935.000.000 untuk pengurusan LKPD Tahun Anggaran 2021, namun dalam persidangan terungkap dari keterangan saksi Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa bahwa pihaknya menerima Rp1.185.000.000.
"Saya sebagai penerima uang dari Pemerintah Kabupaten Bogor. Itu sebagai uang terimakasih dengan total Rp1.185.000.000," ujar Hendra Nur Rahmatullah saat menjadi saksi yang dihadirkan Jaksa KPK.
Ketika Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih menanyakan soal uang tersebut, Hendra bilang dia menerima uang itu tidak sekaligus namun bertahap.
"Saya terima uangnya step by step. Saya terima dari Ihsan Ayatullah dan Rizky Taufik Hidayat," kata Hendra Nur Rahmatullah.
Sementara auditor BPK, Anthon Merdiansyah mengaku hanya menerima Rp 25 juta secara bertahap. Jumlah tersebut hanya sebagian kecil dari yang diterima oleh dua anak buahnya, yakni Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah senilai Rp195 juta, dan Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa senilai Rp 230 juta.
Anthon yang merupakan Penanggung Jawab Tim Pemeriksa BPK Jabar mengaku, tidak pernah diminta membuat opini WTP dari pihak Pemkab Bogor.
Kepada majelis hakim, Anthon mengaku bahwa sempat bertemu dengan Ade Yasin pada Oktober 2021, namun bukan dalam rangka pengkondisian WTP, melainkan mengenai hal lain.
"Waktu itu momen Bu Ade berduka, suaminya Bu Ade meninggal dunia. Saya sekaligus menyampaikan duka cita, silaturahmi sifatnya. (Pembahasannya) terkait omnibuslaw, penanganan COVID, sifatnya umum-umum saja," ujarnya saat sidang.
Sementara, auditor BPK, Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah mengaku sudah menyiapkan uang senilai Rp 350 juta hasil pemberian dari pegawai Pemkab Bogor, tapi batal diserahkan.
Gerri juga menyebutkan bahwa pemberian uang tersebut bukan dalam rangka pengkondisian WTP untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021, melainkan sebagai uang lelah.
Demikian juga saat jaksa KPK mendesak inisiatif permintaan uang yang terkait dengan pengkondisian audit APBD. "Yang saya tahu, kami dari tim tidak pernah meminta uang kepada pihak pemkab sebelum pemeriksaan," tuturnya.
Fakta lebih mengejutkan justru diungkap para saksi saat ditanya Pengacara Ade Yasin, Dinalara Butar Butar, para saksi auditor BPK ini mengaku pemberian uang tersebut tidak akan bisa mempengaruhi hasil audit BPK karena memang tidak berkaitan.
Hendra misalnya, dirinya mendapat uang dari RSUD Ciawi sebesar Rp 175 juta dengan dalih agar laporan RSUD Ciawi tidak diaudit.
Padahal pada faktanya dari BPK Jabar, memang tidak pernah menjadwalkan pemeriksaan di RSUD Ciawi.
Demikian juga ketika ada permintaan uang Rp 20 juta untuk menentukan tim audit BPK pada awal Februari 2022, padahal faktanya tim pemeriksa sudah ditentukan terlebih dahulu.
Kuasa hukum terdakwa Bupati non aktif Bogor Ade Yasin, Dinalara D Butar Butar melontarkan pertanyaan kepada tiga saksi KPK yaitu, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa, Arko Mulawan dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.
"Saudara saksi apakah Pemerintah Kabupaten Bogor pada pemeriksaan LKPD 2021 meminta untuk opini WTP," tanya Dinalara, yang juga akademisi Universitas Pakuan dalam sidang.
Ketiga saksi tersebut menjawab tidak ada permintaan WTP. "Tidak ada," kata Hendra, Gerri dan Arko secara bergantian.
"Nah, sudah lihat sendiri kan? Tidak ada gunanya kan uang itu," tandas Pengacara Dinalara Butar Butar.
Terdakwa Adam Pertegas Auditor BPK Selalu Minta Uang
Masih dalam persidangan yang sama, fakta juga terungkap bahwa dirinya berkali-kali dihubungi dan dimintai uang oleh oknum auditor BPK RI Perwakilan Jawa Barat.
Hal itu, kata dia, dilakukan oleh terdakwa Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa (pegawai BPK/pemeriksa), yang saat persidangan dihadirkan sebagai saksi oleh KPK.
Maulana Adam mengungkapkan hal itu saat dimintai tanggapan oleh majelis hakim terkait keterangan yang diberikan saksi-saksi.
"Saudara Hendra yang selalu minta uang kepada kami (Pemkab Bogor, red). (Hendra) juga berkali-kali menghubungi kami," kata Maulana Adam yang mengikuti persidangan melalui daring.
Ekstremnya, sambung dia, pihak BPK juga yang menentukan jumlah uang yang diminta.
"Mereka juga yang menentukan jumlah uang yang diminta. Hendra menghubungi saya dan Rizky Taufik Hidayat (terdakwa lainnya yang menjabat PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor, red) sebelum pertemuan, disitu bilang (tersangka) Gerri dan Hendra ikut tim (pemeriksa) lagi," tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa Hendra yang meminta uang kepada Rizky dan Sunaryo. Saat itu, ia mengaku sempat bilang untuk tidak usah memberikan uang kepada BPK.
"Hendra meminta kepada Rizky dan Sunaryo, saya bilang jangan. Tapi Hendra memaksa saya untuk terus minta ke Rizky," paparnya.
Tak hanya Maulana Adam, terdakwa lainnya Rizky Taufik Hidayat juga mengungkapkan hal serupa saat dimintai tanggapan atas keterangan saksi-saksi.
"Setiap penitipan uang dari dinas/penyedia jasa itu permintaan dari BPK. Setiap penyerahan saya beritahu, bahwa titipan dan permintaan itu sama, Yang Mulia," tukas Rizky.
Diketahui pada sidang Senin (15/8) lalu, terdakwa Ihsan Ayatulloh juga mengungkapkan soal permintaan dari BPK.
Ihsan menjawab pertanyaan majelis hakim bahwa penarikan uang dari sejumlah pegawai Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor dan pengusaha, terjadi bukan atas perintah Ade Yasin sebagai bupati.
"Saya melakukan ini tanpa ada permintaan dari AY dan RY (mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin,red)," katanya dalam persidangan, Senin (15/8).
Ihsan menegaskan bahwa dirinya dimanfaatkan oleh auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah, yang kini juga berstatus terdakwa, untuk berkomunikasi ke pegawai Pemkab Bogor atas permintaan sejumlah uang dari BPK.
"Selalu saya sampaikan kepada SKPD untuk menemui BPK langsung. Saudara Hendra sering memanfaatkan saya untuk meminta uang ke SKPD," ujar Ihsan. (Billy Adhiyaksa)