Polemik Kekayaan Ketum PPP Disebut hanya Salah Paham, Dari Rp84 Juta Melonjak Rp59 Miliar dalam Setahun

Kamis, 11 Agustus 2022 07:00 WIB

Share
Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa. (foto: ist)
Ketua Umum PPP, Suharso Monoarfa. (foto: ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Ketua DPP PPP Bidang Hukum dan LABH, Andi Surya memberikan klarifikasi atas beredarnya pemberitaan terkait lonjakan harta kekayaan Ketua Umum (Ketum) PPP Suharso Monoarfa dari Rp84 juta pada tahun 2018 menjadi Rp59 miliar pada tahun 2019.

Menurutnya, pemberitaan negatif yang menimpa Ketum Suharso adalah kesalahpahaman saja. Terkait dengan lonjakan harta kekayaan Ketum Suharso, ia menjelaskan, pada tahun 2019 terdapat perubahan aturan KPK mengenai Pendaftaran, Pengumuman dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Pejabat Negara.

“Jadi pada aturan tahun 2016, KPK memberlakukan aturan pisah harta antara suami dan istri. Artinya, KPK tidak mengakui harta yang terdaftar atas nama pasangan/istri. Sementara, pada aturan tahun 2019, KPK mengakui itu,” ujar Andi dalam keterangannya, Rabu, 10 Agustus 2022.

Menurutnya, hal inilah yang menyebabkan harta istri Ketum Suharso yang pada saat itu senilai sekitar Rp84 Miliar, juga diakui sebagai harta milik Ketum. Jumlah tersebut, menurutnya setelah dikurangi hutang konsumtif senilai Rp24 miliar. Sehingga jika dikalkulasikan hartanya menjadi sekitar Rp61 miliar.

Andi Surya mengatakan bahwa Ketum membeli aset dari tahun 1990 hingga tahun 2016. “Jadi setelah tahun 2016, Ketum sudah tidak membeli aset seperti tanah atau bangunan. Adapun jika ada penambahan aset, itu dibeli oleh isteri Ketum Suharso sendiri yakni Nurhayati Effendi,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, sebagai pejabat publik Ketum Suharso rutin melaporkan harta kekayaan kepada KPK. Karena, sebelum menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Ketum Suharso tercatat pernah terpilih sebagai Anggota DPR RI, menjabat sebagai Menteri Perumahan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Presiden.

“Hal ini pula sebetulnya yang tidak dipahami oleh masa aksi kemarin. Jadi mereka tidak memahami prosedur penerbitan LHKPN. Saat seorang pejabat publik melaporkan hartanya ke KPK, seluruh dokumen yang berkaitan dengan harta itu pasti akan diperiksa oleh KPK. Sehingga jika KPK menemukan kejanggalan, pasti akan disproses dulu. KPK tidak akan sembarangan menerbitkan,” tegasnya.

Selanjutnya, ia juga memberikan penjelasan terkait dugaan gratifikasi penggunaan pesawat jet pribadi.

Ia menerangkan bahwa fasilitas pesawat terbang merupakan sumbangan kepada partai, yang dibatasi jumlah jam terbangnya dan untuk periode tertentu yakni tahun 2019 hingga 2024.

“Sumbangan itu tidak melampaui batasan yang dibolehkan undang-undang,” tuturnya.

Halaman
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar