Inilah perlunya kesadaran diri menjadi pemimpin yang dicintai, bukan dimurkai. Pemimpin yang mengayomi, bukan minta “dipayungi” dan “dilayani”. Yang mampu menyelesaikan masalah, bukan terus menerus membuat masalah. Ingat pejabat adalah panutan. Pepatah mengatakan “ Obah ngarep, kobet mburi” – segala tindakan para pemimpin (pejabat, penguasa) akan selalu menjadi cermin anak buahnya.
Jangan memaksakan diri memiliki kekuasaan, jika tanpa kemampuan, meski mendapat fasilitas dan dukungan. Apalagi dilakukannya secara curang, pada akhirnya akan terjengkang. Lebih – lebih jika menebar kebohongan.
Kita berharap hal seperti ini tidak terjadi, meski tidak bisa dipungkiri pelanggengan kekuasaan, lazimnya terjadi karena mendapat dukungan tiga elemen elite, yakni dukungan elite politik dan keamanan, elite keagamaan dan elite bisnis (oligarki dan orang-orang kaya).
Sentuhan nurani selayaknya dialamatkan kepada para elite bagaimana meraih kekuasaan secara sehat dan bertanggung jawab. Janganlah karena terobsesi kekuasaan “ketungkul marang kalungguhan “, lantas berbuat semena – mena.
Pitutur luhur mengajarkan “ Ojo kuminter mundak keblinger, ojo cidra mundak cilaka” – Jangan merasa dirinya paling pandai, hebat agar tidak salah arah. Jangan suka berbuat curang agar tidak mendapat celaka. (Azisoko)