“BRO, gue kemarin ketemu turis asing dari Australia.Namanya Reza. Gue ngobrol-ngobrol soal Indonesia. Keren kan? “ tanya mas Bro kepada kedua sohibnya, Yudi dan Heri, sebelum makan siang di warteg langganannya.
“Emang lo bisa Bahasa Inggris?” tanya Yudi.
“Aneh, gue ngomong Bahasa Inggris sama turis asing malah nyambung, tapi kalau sama kalian tambah susah,” kata mas Bro.
“Sombong lo. Apa saja yang diobrolin, coba pakai bahasa Inggris” tanya Heri. “Gue nanya. Do you like Indonesia?. Dia jawab ”Well I really like.” Terus gue nanya lagi “ What interests you about Indonesia? Dia bilang “Indonesia is very beautiful.The people are nice and friendly.” Kira-kira intinya begitulah.
“Cuma itu saja yang diobrolin?” tanya Yudi.
“Banyak sih. Cuma kalau nulisnya pakai bahasa Inggris gue nyerah. Yang tadi saja belum tentu tulisannya benar,” kata mas Bro terus terang.
“Dasar jago ngeles,” keluh Heri.
Mas Bro menjelaskan menurut pengakuan Reza, selain ke Jakarta, juga ke Bandung, Yogya dan beberapa kota lainnya. Intinya dia senang berkunjung ke Indonesia. Makanya dia sangat stres begitu tiba di bandara tertunda masuk karena terkendala verifikasi aplikasi PeduliLindungi.
Bagi turis asing, masuk Indonesia, wajib mengunduh PeduliLindungi. Aplikasi ini akan memverifikasi sertifikat vaksin internasional yang telah diverifikasi kedubes asing. Sudah prosesnya sangat padat, setelah sertifikat vaksin dikirim, hasilnya nihil. Beberapa lama ditunggu, aplikasi PeduliLindungi masih memberi sinyal yang bersangkutan belum divaksinasi, yang berarti wajib tes PCR.
Itulah yang membuatnya stres. Dia dan beberapa WNA yang saat itu terkendala verifikasi PeduliLindungi berharap kebijakan tersebut diubah, menjadi hanya menunjukkan salinan cetak sertifikat vaksinasi.
“Setuju Bro, jangan sampai turis asing batal ke negeri kita. Hilang deh devisa negara. Mau peduli, malah terkendala karena aplikasi,“ kata Yudi. (jokles)