“Wah, iya bener Gong, kalau disimak. Ibaratnya jaman sekarang, menterinya sudah direshuffle, kok tidak membuahkan hasil. Weh, kamu kok pinter sekarang. Belajar sama siapa?”
“Tuh, dibilangin malah meremehkan lagi. Coba kamu simak baik sebelumnya, itu tambah tandas banget itu ramalan Raden Ngabehi Ronggowarsito.”
Bagong membuka bait pertama Serat Kalatidho, begini bunyinya: Mangkya darajating praja/ kawuryan wus sunya-ruri / rurah pangrehing ukara / karana tanpa palupi / Ponang parameng-kawi / kawileting tyas malatkung /kongas kasudranira / tidhem tandhaning dumadi / Hardayengrat dening karoban rubeda //.
(Terjemahan: Sekarang derajat negara / terlihat telah suram / pelaksanaan undang-undang sudah rusak / karena tanpa teladan / Kini, Sang Pujangga /hatinya diliputi rasa sedih, prihatin /tampak jelas kehina-dinannya /amat suram tanda-tanda kehidupan /Akibat kesukaran duniawi, bertubi-tubi kebanjiran bencana//)
“Wah, iyo Gong. Terus gimana kalau begini, gimana sikap kita?” Petruk bertanya.
“Ya, sudah, seperti bait terakhir Serat Kalatidho, luwih begja kang eling lawan waspada. Lebih beruntung orang yang eling dan waspada,” ujar Bagong. (winotoAnung)