ADVERTISEMENT

Perubahan Nama Jalan Kenapa "Digoreng"?

Senin, 4 Juli 2022 06:00 WIB

Share
Contoh nama jalan yang diubah. Jl H Bokir Bin Dji'un. (foto: poskota/ardhi)
Contoh nama jalan yang diubah. Jl H Bokir Bin Dji'un. (foto: poskota/ardhi)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh:MochamadIfand,WartawanPoskota

PERGANTIAN 22 nama jalan di Jakarta terus menjadi polemik berkepanjangan karena menyita berbagai pihak. Bahkan, isu yang kini terus “di goreng” dan diduga sarat dengan kepentingan politik menjelang pemilu 2024.

Hal itu terlihat dari penggantian nama jalan di Jakarta dengan nama tokoh Betawi yang hingga kini tak berhenti dan kerap menjadi perbincangan. Mulai dari pada anggota dewan, pengamat, politisi hingga sebagian masyarakat terus mempertanyakan proses pergantian pada 22 nama jalan tersebut.

Para anggota dewan menyebut proses pergantian nama jalan yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah melakukan pelanggaran. Pasalnya, keputusan yang diambil itu dianggap tidak sah dan harus dibatalkan. Hal itu mengacu pada keputusan Gubernur Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pedoman Penetapan Nama Jalan, Taman, dan Bangunan Umum di DKI Jakarta yang ditandatangani Sutiyoso. Dan dari keputusan tersebut, pengubahan nama jalan harus diputuskan oleh Badan Pertimbangan yang anggotanya ini terdiri dari unsur eksekutif dan legislatif.

Sementara masyarakat yang terdampak, juga ikut bereaksi karena menganggap perubahan nama jalan itu membuat mereka repot. Hal itu karena mereka harus mengubah identitas hingga surat-surat penting lainnya yang selama ini ada di KTP, KK, STNK, hingga di surat tanah.

Namun, penolakan yang disampaikan warga, tampaknya masih kalah jumlah. Pasalnya, dari 22 nama jalan yang diubah, tercatat hanya ada tiga lokasi nama jalan yang mendapat pertentangan. Seperti Jalan Entong Gendut, di Jakarta Timur, Jalan A. Hamid Arief, di Jakarta Pusat, dan jalan Syech Abdul Karim Bin Asfan, Jakarta Barat.

Sisanya, 19 nama jalan yang diganti dengan nama-nama tokoh Betawi, tampaknya masih terdiam dan menerima pergantian tersebut. Apalagi, Pemprov DKI sendiri juga telah menyediakan pelayanan jemput bola dalam perubahan ideal warga.

Kini yang harus dilakukan pemerintah daerah adalah menjamin tidak adanya pungutan lain selama proses perubahan alamat dalam identitas warga Jakarta. Apalagi perubahan nama jalan ini tentunya memberikan kabar gembira kepada warga Betawi, karena nama-nama tokoh asli Jakarta ini mendapat apresiasi dan generasi muda mengenal jasa tokoh-tokoh tersebut.

Bahkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), mengkonfrimasi bahwa kebijakan perubahan nama jalan itu tidak akan merugikan masyarakat yang terdampak. Pasalnya, untuk mengubah data kependudukan sesuai dengan nama jalan yang baru, masyarakat tidak perlu lagi membawa surat pengantar dari ketua RT atau ketua RW.

Terkait perubahan wilayah, baik pemekaran desa maupun pemekaran kabupaten, kota dan provinsi, termasuk perubahan nama jalan, juga dinilai Kemendagri sebagai hal biasa dan kerap terjadi dalam tata kelola pemerintahan. (*)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT