"BRO, lo kemarin bukannya ikut tepuk tangan, saat gue didapuk menjadi ketua paguyuban.Mestinya lo support dong. Itu jabatan bergengsi loh?” protes Heri ketika ketemu dua sohibnya “maksi” di warteg langganannya.
“Mendukung tidak harus tepuk tangan. Yang penting aksi nyata gue dukung lo agar di bawah kepemimpinan lo, organisasi maju,” kata Yudi.
‘Thank Bro. Gue pikir lo loyo,nggak semangat dukung gue jadi ketua” kata Mas Bro. “Gue tahu sih lo kader loyal, low profile, nggak kayak yang lain sering carmuk.”
“Gue nggak tepuk tepuk bukan berarti loyo, nggak semangat dukung lo jadi ketua. Sebagai lelaki pantang loyo. Ingat itu,” kata Yudi.
“Oce .. oce, gue khawatir saja kehilangan dukungan lo..” kata mas Bro.
“Gue nggak ingin lo salfok karena mendapatkan banyak tepuk tangan,” kata Heri menimpali. “Gue ingin menghargai lo karena prestasi kerja, bukan untuk cari muka.”
“Loh ada apa mas, nyinggung –nyinggung lelaki nggak boleh loyo, memangnya apa?” tanya Ayu Bahari, pemilik warteg, ikut nimbrung.
“Wah kalau soal loyo, ibu langsung nimbrung. malah aku jadi curiga nih..,” canda Heri.
“Wah.. apaan sih mas. Aku kira sapinya yang loyo terkena PMK ( penyakit mulut dan kuku),” kata Ayu mengumbar senyum.
“Itu yu, si Heri kemarin terlihat loyo terkena PMS,” canda Yudi lagi.
“Ihh.. jangan yang aneh-aneh mas.Sebagai lelaki harus kuat menghadapi tantangan, apalagi sebagai kader,” kata Ayu.