WAJAH kecewa ditunjukkan Suryadi sesaat setelah menerima raport kenaikan kelaw Sekolah Dasar Negeri (SDN) putra sulungnya, Umar. Padahal di raport, sang anak tercatat naik ke kelas selanjutnya, bahkan masuk dalam peringkat tiga besar dalam prestasi akademiknya dengan nilai rata rata cukup tinggi.
"Bapak kok keliatan ga senang abis liat raport Umar?," tanya sang istri, Turipah , sambil menyodorkan cangkir berisi kopi panas."Dia kan naik kelas dan nilai pelajarannya bagus bagus," tanyanya lagi.
Kodir, yang ditanya melirik ke wajah istri sambil berucap kalau rasa kecewanya itu lantaran peringkat Umar yang melorot. "Emang benar sih, tapi kan lumayan keterlaluan kalau peringkat di kelasnya mesti turun dua angka dari rangking satu ke tiga.
Pasti ada sesuatu sama si Umar ini, sepertinya makin kendor belajarnya di rumah," kata Kodir sembari menuding sang istri yang dinilai lemah mengawasi kegiatan belajar Umar di rumah. Mendapat tuduhan itu, istri Kodir emosi.
"Bapak kalau ngomong jangan asal nuduh, di rumah kerjaan saya ga cuma ngawasin anak anak. Lagian urusan anak tanggung jawab bersama, bapak sama ibunya," ucapnya kesal.
Kadung kesal, Turipah tak henti mengomeli suaminya. "Masuk peringkat tiga dalam urusan prestasi itu sudah bagus pak. Ditambah si Umar perilaku di sekolah kata guru gurunya dinilai baik. Bapak tau, dari cerita yang saya dapet di sekolah, siswa yang peringkat satu itu dikenal bandel dan dapet nilai bagus gara gara orangtuanya sering nemuin wali kelasnya. Sepertinya ada transaksi biar tuh anak juara satu," kata Turipah sambil mengambil koran dan memperlihatkan sebuah berita di halaman pertama yang menampilkan judul Jakarta menjadi juara pertama sebagai kota dengan tingkat polusi tinggi. "Nih pak lihat, jangan bangga jadi nomer satu kalau dinilainya negatif," papar Turipah memberi contoh. (yahya)