ADVERTISEMENT

Obrolan Warteg: Intoleran

Selasa, 21 Juni 2022 08:28 WIB

Share
Kartun Obrolan Warteg: Intoleran. (kartunis: poskota/ucha)
Kartun Obrolan Warteg: Intoleran. (kartunis: poskota/ucha)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

“LO itu ya nggak toleran sama teman. Selagi aku butuh bantuan pendapat, lo malah pergi. Mestinya lo dukung pendapat gue itu memang benar,” kata mas Bro kepada kedua sohibnya, Yudi dan Heri yang lagi maksi di warteg.

“Justru kalau gue bantu lo, malah menjadi intoleran,” kata Heri.

“Kok bisa?,” tanya mas Bro.

“Gue harus menghargai pendapat orang lain yang berbeda itu. Bukankah menghargai orang lain yang berbeda pendirian dengan lo, itu namanya sikap toleran. Kalau memaksakan kehendak agar pendirian orang lain sama dengan kita, itu namanya intoleran,” kata Heri.

“Karenanya jangan tergesa menilai seseorang itu intoleran. Boleh jadi yang mengatakan intoleran kepada orang lain, sejatinya dirinya sendiri yang tidak toleran,” tambah Yudi.

“Oke gue paham sekarang,” kata mas Bro yang kemudian merenung diri.

Toleran itu tenggang rasa, tepo seliro sebagaimana jati diri bangsa yang tercermin dalam butir - butir pengamalan falsafah bangsa kita, Pancasila.

Mesti kita berbeda pandangan, beda asal, beda tempat, beda agama dan kepercayaan. Beda juga aspirasi dan pilihan, harus tetap tenggang rasa. Bukan malah saling cekcok, tidak mau bergaul, tidak membaur. Lebih – lebih sampai tidak memberikan tempat atau menghalang –halangi orang yang beda aliran itu melakukan aktivitasnya.

“Menurut lo, gimana dengan adanya penilaian bahwa Anies Baswedan sebagai gubernur intoleran,” tanya mas Bro tiba-tiba.

“Wah kalau itu gue nggak komen karena ada nuansa politisnya,” jawab Heri.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT