Karen juga berada di posisi keenam di jajaran 50 perempuan terkuat di dunia versi majalah Fortune Global tahun 2013.
Sebelum menduduki pucuk pimpinan, Karen ditunjuk menjadi Direktur Hulu Pertamina setelah menjadi staf ahli untuk bisnis hulu Pertamina.
Pada era Menteri BUMN Sofyan Djalil tahun 2009, Karen diangkat menjadi Direktur Utama Pertamina menggantikan Ari Soemarno, kakak kandung Rini Soemarno.
Karen sempat menjalani masa tahanan selama 1,5 tahun dari vonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dalam kasus blok Basker Manta Gummy (BMG) karena dianggap merugikan keuangan negara dan memperkaya orang lain atau korporasi dalam kasus akuisisi blok BMG oleh Pertamina.
Karen dianggap telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai Direktur Pertamina ketika berinvestasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp568,06 miliar.
Persoalan tersebut terjadi saat Pertamina membeli sebagian aset di Blok BMG Australia melalui Participation Interest tanpa didasari kajian kelayakan atau feasibility study berupa kajian secara lengkap (final due dilligence).
Namun majelis hakim kasasi Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan vonis bebas terhadap Karen Agustiawan karena dianggap tidak melakukan tindak pidana, namun murni keputusan bisnis pada Senin 9 Maret 2020.
Karen Agustiawan merupakan sosok yang tidak asing bagi masyarakat di Indonesia.
Tercatat sejumlah prestasi pernah beliau catatkan baik ditingkat nasional maupun internasional.
Karen pernah menerima penghargaan dari Forbes pada tahun 2011 sebagai Asia's 50 Power Businesswomen dan menjadi Guru Besar di Harvard University, Boston, Amerika Serikat.
"Sejumlah prestasi dan capaian yang beliau miliki tentunya merupakan sebuah kebanggaan bagi seluruh Sivitas Akademika UP," tegas Prof. Edie Toet.
Karen Agustiawan mengaku keputusannya bergabung dengan kampus Universitas Pancasila bukan hal yang kebetulan.