Ancaman Ekonomi Belum Berakhir

Senin 30 Mei 2022, 08:15 WIB
Pemerintah Menjamin Ketersediaan BBM Hingga Idul Fitri. (ist)

Pemerintah Menjamin Ketersediaan BBM Hingga Idul Fitri. (ist)

Oleh: Budi Setiawan, Wartawan Pos Kota

EKONOMI dalam negeri berangsur-angsur menggeliat, setelah dua tahun lebih didera pandemi Covid-19. Namun pemerintah jangan puas diri dulu dengan kondisi ekonomi saat ini.

Sebab ancaman ekonomi belum berakhir. Kenaikan harga pangan dan energi dunia akan menjadi bom waktu. Bukan tak mungkin suhu ekonomi dalam negeri memanas setiap saat.

Saat acara Afirmasi Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia, Selasa (24/5) lalu, Pesiden Jokowi sendiri mengaku ada persoalan besar yang dialami negara di dunia saat ini. Kenaikan harga pangan dan energi, seperti bahan bakar minyak (BBM) dan pangan.

Kenaikan minyak mentah dunia memaksa beberapa negara menaikkan harga BBM. Singapura menaikkan harga bahan bakar hingga Rp32 ribu/liter. Jerman Rp31 ribu/liter dan Thailand Rp20 ribu/liter.

Sementara pemerintah sampai saat ini masih mempertahankan harga Pertalite Rp7.650/liter dan Pertamax Rp12.500/liter. Demikian juga harga pangan, seperti beras juga masih tetap dijaga. Alasannya menjaga jangan sampai inflasi menggigit hingga suhu ekonomi memanas. Tak pelak, pemerintah harus merogoh kantong lebih dalam. Harus menambah subsidi yang tak sedikit jumlahnya.

Karenanya, Presiden meminta semua pihak peka terhadap sense of crisis, terutama terhadap perkembangan ekonomi global. 

Kegalauan pemerintah terhadap perkembangan kenaikan harga minyak dan pangan dunia bisa dimengerti. Apalagi kondisi ekonomi dalam negeri masih tahap pemulihan, setelah dihantam badai pandemi Covid-19. Sehingga pemerintah berusaha tetap menjaga harga bahan bakar, termasuk juga listrik serta harga pangan dengan menambah subsidi.

Namun pemerintah seharusnya juga mengambil langkah lanjutan, seiring menambah subsidi untuk sektor energi, seperti BBM dan listrik.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, mengaku penambahan subsidi Rp442 triliun bukan jumlah yang sedikit.

Pemerintah seharusnya memiliki data yang akurat agar subsidi yang digelontorkan sebesar itu benar-benar jangan sampai salah sasaran. Subsidi harus tepat sasaran.

Jika tidak, ia khawatir akan memberatkan beban anggaran negara. Apalagi situasi ekonomi dunia belum pasti. Sehingga sampai berapa pemerintah bisa bertahan menghadapi gejolak harga komoditas dunia.

News Update