ADVERTISEMENT

Hantu Inflasi

Jumat, 27 Mei 2022 06:35 WIB

Share
Presiden Joko Widodo saat menghadiri pembukaan Rapat Rakornas  Pengendalian Inflasi 2021. (dok ist)
Presiden Joko Widodo saat menghadiri pembukaan Rapat Rakornas  Pengendalian Inflasi 2021. (dok ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh: Joko Lestari, Wartawan Poskota

TRIPLE horor belakangan ini semakin menjadi perbincangan di kalangan pengusaha yang oleh Menteri Keuangan disebut sebagai triple challenges. Mengapa? Jawabnya karena triple horor itu kini sedang menghantui perekonomian dunia. Bahkan, sejumlah negara maju sudah bersiap diri dan melakukan antisipasi dini melalui sejumlah kebijakan ekonomi di negaranya.

Sementara kita tahu, dunia baru saja bernafas lega setelah pandemi Covid -19 mulai mereda, bahkan berjalan selaras seperti pernah disebutkan di awal menuju tahapan endemi.

Tapi belum tuntas soal pandemi, kini sudah muncul tiga tantangan baru yang datangnya bersamaan, yakni lonjakan laju inflasi, suku bunga tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang melemah. Sejumlah kalangan menilai dari ketiga horor tadi, inflasi sudah terlihat penampakannya di negeri kita.

Sepertinya pula, ‘hantu inflasi’ sulit dihindari menyusul kenaikan harga barang, komoditas pangan, dan energi yang telah terjadi sejak bulan puasa, dan hingga kini beberapa komoditas pangan masih labil. Ditambah pelonggaran mobilitas sejak lebaran hingga sekarang, boleh jadi, akan mengerek laju inflasi di bulan Mei ini.

Seperti diketahui satu penyebab laju inflasi adalah melonjaknya permintaan atas barang dan jasa, yang akan berimbas kepada kenaikan harga produksi dan pada akhirnya kenaikan harga barang. Di sisi lain, sudah menjadi tradisi tingkat konsumsi masyarakat meningkat tajam menjelang puncak lebaran yang dapat mengerek inflasi. Di saat yang sama harga kebutuhan sehari – hari melambung tinggi. Sejumlah komoditas yang diduga dapat mengerek inflasi di bulan Mei, dapat disebutkan daging ayam, telur ayam, daging sapi, bahan bakar rumah tangga hingga bumbu dapur.

 Meski ‘hantu inflasi’ sulit dihindari, tetapi dapat dicegah tidak melampaui batas toleransi, artinya masih di bawah 4 persen secara keseluruhan tahun ini. Patut menjadi catatan, laju inflasi pernah melonjak 8,36 persen pada tahun 2014 sebagai dampak kenaikan harga BBM dan melambungnya harga pangan nasional akibat cuaca buruk.

Tentu, kita tidak ingin mengulang peristiwa kelabu masa lalu, dengan menahan untuk tidak menaikkan lagi harga BBM, tarif listrik dan energi (elpiji) serta harga sembako yang menjadi hajat hidup orang banyak. Kenaikan ketiga jenis komoditas tersebut berdampak buruk kepada kenaikan harga barang dan jasa lainnya. Lazim disebut sebagai efek domino.

Tak kalah pentingnya menyiapkan lebih dini, jaring pengaman sosial untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya lonjakan laju inflasi. Skema pemberian bantuan sosial harus menjadi prioritas, tak hanya tepat waktu pemberian, juga membesar nilai nominal bantuan sosial, apakah itu BLT, bantuan pangan non tunai atau bantuan lainnya yang tujuannya sebagai bantalan meningkatkan daya beli masyarakat yang pendapatannya tergerus inflasi.

Memang menjadi dilema di saat ekonomi belum pulih dan terbatasnya anggaran, harus menambah bantuan sosial yang cukup besar, tetapi ini salah satu upaya melindungi masyarakat.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT