Urgensi Penerapan Worklife Balance Terhadap Kesehatan Mental Pegawai

Rabu 25 Mei 2022, 15:06 WIB
Silfiya Rahma

Silfiya Rahma

Oleh Silfiya Rahma, mahasiswi Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia

Fenomena Worklife balance saat ini sedang menjadi topik yang hangat dan ramai diperbincangkan. Bukan tanpa alasan, fenomena work life balance muncul akibat kekhawatiran akan intensitas pekerjaan yang dapat menjadi salah satu penyebab pegawai mengalami stres hingga mengalami gangguan kesehatan mental.

Terlebih lagi, dua tahun sudah Indonesia dilanda Pandemi Covid-19 dan segala pekerjaan mulai dilakukan secara daring sehingga membutuhkan penyesuaian dan dapat membuat pegawai kewalahan.

WHO menyebutkan bahwa kesehatan mental adalah keadaan di mana seseorang menyadai kondisi dari kesejahteraan dirinya meliputi kemampuan dalam mengelola stres yang wajar, bekerja secara produktif, serta dapat memberikan peran bagi komunitas atau lingkungan di sekitarnya.

 

Apabila seseorang mendapatkan tuntutan atas apa yang berada di luar batas kemampuannya, salah satu kemungkinan yang dapat dialami adalah munculnya stres yang apabila tidak ditangani dapat berakhir pada gangguan kesehatan mental yang lebih parah.

Mengacu pada Riskesdas yang dilakukan oleh Kemenkes RI pada 2018, diperoleh hasil bahwa gangguan kesehatan mental dengan posisi tertinggi ditempati oleh depressive disorders yang disusul oleh anxiety disorder.

Gangguan tersebut pun sudah dimulai sejak individu menginjak usia remaja, yaitu 15-24 tahun dengan prevalensi 6,2% dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan usia (Kemenkes, 2018).

 

Dari laporan tersebut pula, diuraikan mengenai stressor psikososial yang diartikan sebagai keadaan di mana seseorang mengalami perubahan dan terpaksa beradaptasi untuk mengurangi tekanan mental yang timbul. Terdapat banyak jenis stressor psikososial, dua di antaranya adalah pekerjaan dan hubungan interpersonal.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pola kerja seseorang akan sangat mempengaruhi pola hidup dan kesehatannya. Begitu pun dengan kesehatan mental. Jika ditilik dari faktor yang dapat mempengaruhi work life balance pada paragraf sebelumnya, salah satu faktor pentingnya adalah faktor organisasi.

Terdapat banyak hal yang mempengaruhi tingkat stres dan kesehatan mental pegawai dalam dunia pekerjaan, di antaranya adalah target kerja, beban kerja yang melampaui batas kemampuan, tenggat waktu pekerjaan yang sedikit atau mendadak, waktu kerja yang panjang, peran yang complicated, relasi dengan pegawai lainnya, dan tumpukan pekerjaan akibat ketidakefisienan.

 

Melihat faktor-faktor tersebut, bukan menjadi hal yang tidak mungkin apabila pegawai mengalami gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan hingga burnout. Dalam hal ini lah, work life balance diperlukan.

Penerapan work life balance diharapkan dapat membuat individu memiliki waktu yang seimbang untuk menunaikan tanggung jawabnya bagi perusahaan/instansi dan lingkungan serta untuk dirinya sendiri sehingga kondisi mental dan jasmani individu lebih terjaga. (*)

 

Berita Terkait

News Update