JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kasus gugatan lagu 'Lagi Syantik' yang dipopulerkan Siti Badriah di aransemen ulang tanpa izin oleh Gen Halilintar dengan mengubah lirik.
Selama empat tahun lagu ini terseret kasus hukum, tepatnya sejak tahun 2018 sampai dengan Desember 2021.
Bermula saat PT. NAGASWARA Publisherindo mewakili pencipta lagu Yogi Adi Setiawan dan Pian Daryono guna menggugat Gen Halilintar terkait pelanggaran Hak Cipta.
Seperti diketahui, lagu 'Lagi Syantik' yang dinyanyikan Siti Badriah sempat viral di tahun 2018 yang lalu.
Gen Halilintar lalu memproduksi ulang lagu tersebut dengan mengubah lirik, memproduksi serta mengkomersilkannya tanpa ijin.
Padahal, tindakan tersebut memiliki konsekuensi hukum yang cukup serius.
Gugatan yang dilayangkan PT. NAGASWARA Publisherindo bukan semata perkara uang, tapi lebih kepada hak moral dari pencipta lagu 'Lagi Syantik'.
Selama bertahun-tahun NAGASWARA sendiri ikut memperjuangkan hak cipta para musisinya.
Namun, babak akhir kasus tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, justru dimenangkan oleh Gen Halilintar.
Saat itu, keadilan dirasakan pihak NAGAWARA seakan Hak Cipta serasa mati.
Hak Cipta tidak lagi menjadi sesuatu yang sakral sebagaimana diamanatkan undang-undang Negara Republik Indonesia.
Hingga akhirnya pada Desember akhir 2021, MA di tingkat PK (Peninjauan Kembali) mengabulkan gugatan PT NAGASWARA Publisherindo atas Gen Halilintar terkait pelanggaran Hak Cipta lagu 'Lagi Syantik'.
Kemenangan di tengah masa pandemi Covid-19 itu menjadi hal terindah bagi NAGASWARA menyambut tahun 2022 ini.
"Alhamdulillah, saya secara pribadi senang ya dengan kemenangan di tingkat PK. Walaupun seperti kata pengacara ada beberapa hal yang memang missed dikabulkan. Tapi setidaknya untuk yang ini dikabulkan. Apa yang kita upayakan bisa terjembatani dengan adanya putusan tersebut.Teman-teman juga banyak yang kasih selamat," ucap Yogi RPH, sang pencipta lagu.
Lantas, apakah dengan kemenangan tersebut maka cover lagu yang diunggah di media sosial menjadi sesuatu yang horor? Jawabannya tidak!
Sebaliknya, lewat kepastian hukum yang diberikan oleh MA itu, masyarakat diharapkan semakin cerdas dalam menyikapi perbedaan antara mengcover lagu dan mengubah lirik sebuah lagu tanpa ijin lalu mengkomersilkannya.
“Jangan pernah takut untuk mengcover lagu. Takut itu untuk yang belum tahu. Yang sudah tahu dan mau ngerti biasanya ke saya langsung atau ke publishing. Mas, saya mau pakai lagunya. O ya, begini-begini caranya. Takut itu juga biasanya yang melanggar dan nggak sesuai pakem,” tambahnya.
Menurutnya, para anggota PAMPI akan mengunggah katalog lagu-lagu yang dikelola olehnya ke platform Festival Suara, sehingga para kreator dapat memilih lagu-lagu mana yang akan dinyanyikan ulang/ cover.
Sebagai sebuah negara demokratis, kebijakan-kebijakan dari negara Republik Indonesia pada umumnya tidak pernah mengekang kreativitas seseorang.
Penerbit musik/ publisher musik Indonesia tentu saja juga demikian, karena pada dasarnya bisnis inti kami adalah bisnis kreativitas.
Meski demikian, kebebasan berkreasi tetap harus memiliki batas, termasuk batas-batas normatif, yaitu batas yang digariskan oleh peraturan dalam suatu negara.
Batas-batas ini dibuat untuk melindungi kepentingan pihak lain yang mungkin dapat merasakan pengaruh dari kegiatan kreatif itu.
Harus disampaikan kembali bahwa Hak Cipta adalah bagian dari Hak Milik Intelektual.
Oleh karena itu, kata kunci dalam penggunaan barang milik orang lain adalah izin.

Pencipta lagu syantik Yogi Adi Setiawan dan Pian Daryono, Rahayu Kertawigua CEO Nagaswara dan lainnya. (ist)
PAMPI atau Prakarsa Antar Musik Publishing Indonesia menyambut dengan bahagia putusan majelis hakim yang terhormat dalam putusan Peninjauan Kembali no. 41 PK/Pdt.Sus-HKI/2021 yang memenangkan anggota kami PT NAGASWARA Publisherindo.
Putusan tersebut telah dengan jelas menunjukkan bahwa Republik Indonesia memberikan perlindungan terhadap hak-hak para pencipta lagu dari penggunaan sewenang-wenang pihak lain.
PAMPI harus menyikapi perkembangan teknologi dalam perspektif tersebut, perspektif perlindungan Hak dari para pencipta lagu.
Perkembangan teknologi telah memudahkan penggunaan Karya Cipta, baik yang berizin maupun tak berizin.
Maraknya kegiatan cover/ menyanyikan kembali/ merekam ulang Karya Cipta milik orang lain dalam platform-platform digital dimungkinkan karena pengguna semakin mudah mendapatkan akses ke platform-platform tersebut.
Tindakan cover/ menyanyikan kembali sebenarnya dapat dimengerti.
Para kreator/ artis yang belum memiliki popularitas mungkin membutuhkan ‘jembatan’, yaitu dengan mempergunakan hasil karya orang lain yang lebih dulu populer. Kesulitan dari para kreator/ artis cover tersebut biasanya adalah:
1. Ketidaktahuan bahwa untuk menggunakan Karya Cipta orang lain harus didahului izin; atau
2. Tidak tahu prosedur perizinan lagu
Menyikapi dan merespon kesulitan dari para kreator tersebut, PAMPI bekerjasama dengan suatu platform bernama Festival Suara.
Platform ini adalah suatu platform perizinan.
Para anggota PAMPI akan mengunggah katalog lagu-lagu yang dikelola olehnya ke platform Festival Suara, sehingga para kreator dapat memilih lagu-lagu mana yang akan dinyanyikan ulang/ cover.
"Nggak seperti dulu, harus minta ijin ke saya, tapi sekarang sudah bisa lewat aplikasi dengan banyak kemudahan perijinan lainnya," pungkasnya. (*/mia)