ADVERTISEMENT

Pamitnya Bekerja Seharian Ternyata Layani Suami ke-2

Rabu, 18 Mei 2022 06:30 WIB

Share
Kartun Nah Ini Dia: Pamitnya Bekerja Seharian Ternyata Layani Suami ke-2. (kartunis: poskota/ucha)
Kartun Nah Ini Dia: Pamitnya Bekerja Seharian Ternyata Layani Suami ke-2. (kartunis: poskota/ucha)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

PINTAR juga Nengsih, 28, bermain sandiwara. Setahun punya suami dua, baru ketahuan belakangan. Dadang, 42, suami pertama langsung menceraikan talak tiga. Dia baru sadar, selama ini Nengsih pamitnya kerja dari pagi sampai sore ke luar kota Cianjur, ternyata melayani Suwanda, 35, suami keduanya.

Wanita punya dua mobil, bolah-boleh saja. Tapi kalau punya dua suami, itu nggak boleh, baik secara hukum adat maupun agama. Di Indonesia praktek poliandri, dilarang keras. Jika mau bersuami lebih dari satu bahkan sampai lima, silakan jadi wayang dulu. Itupun hanya berlaku untuk versi India, di mana Dewi Drupadi konon punya 4 suami, yakni: Puntadewa, Werkudara, Harjuna, dan Nakula-Sadewa.

Wanita muda dari Kecamatan Sukaluyu ini sudah 5 tahun lalu menikah dengan Dadang. Selisih usianya sampai 14 tahun, terlalu njomplang memang. Untuk saat-saat sekarang belum terasa. Tapi nanti ketika Dadang sudah berusia oversek (di atas 50 tahun), dalam urusan ranjang bisa keponthal-ponthal (terseok-seok). Istri masih punya semangat ’45, suami sudah letoy macam kerupuk kena air.

Prediksi itu benar adanya, bahkan terjadi terlalu dini. Baru usia 40 tahun saja, Dadang sudah tidak lagi rosa-rosa kayak Mbah Marijan. Nengsih sebagai istrinya sudah barang tentu kecewa sekali. Ternyata lelaki dari Sukaluyu ini sudah suka loyo di ranjang. Pantesan tak kunjung punya momongan, lantaran setiap malam hanya kesangan wungkul (keringetan doang).

Mau minta cerai, Dadang ini jadi andalan ekonomi keluarga, termasuk untuk membantu orangtuanya. Untuk urusan benggol Dadang ini memang cukup lumayan, meski bukanlah orang kaya. Tapi soal bonggol, jangan ditanya deh, dia selalu kedodoran. Ibarat iklan di TV, durasinya terlalu singkat.

Sekitar setahun lalu dia kenal dengan Suwanda. Di samping lebih muda, dia juga ahli menata kata, sehingga dirayu sekali dua kali, Nengsih langsung jatuh cinta pada anak muda tersebut. Buktinya, ketika diajak “test drive” ibaratnya mobil, dia mau saja. Dan “kinerja” Suwanda di atas ranjang memang luar biasa, sehingga ketika diajak kawin siri, sama sekali tidak menolak.

Prosedur kawin siri memang tak serumit nikah KUA. Meski tanpa ada keterangan janda (surat cerai atau kematian suami) langsung saja diproses oleh kiyai yang menikahkan. Nengsih berharap, dari perkawinan keduanya ini langsung punya momongan. Dijamin takkan ada yang mempertanyakan, karena pasti itu dianggap anak dari hasil kerjasama nirlaba bersama Dadang.

Sejak punya dua suami, Nengsih lalu minta dibelikan sepeda motor, alasannya diterima kerja di luar kota. Tidak baru nggak papa, yang penting ada alat transportasi yang murah meriah. Alasan lain, di masa Covid-19 kan dilarang berdesakan di angkutan umum. Dadang percaya saja, dan langsung dibelikan sepeda motor bingung. Honda bukan, Vespa juga bukan, tapi bodinya ada mblenduk-mblenduknya.

Dengan motor baru tersebut, Nengsih bisa mengelabui suami dengan sempurna. Berangkat pagi pukul 06:00, nanti tiba di rumah juga pukul 18:00. Padahal aslinya dia tak bekerja ke mana, mana, tapi “dikerjai” suami keduanya di wilayah lain. Saking hotnya itu suami, sehari dia bisa memberikan “pelayanan” seperti minum obat, tiga kali sehari sesendok makan! Suwanda memang mahir “kungfu” juga, sehingga Nengsih merem melek.

Tapi sepandai-pandai tupai selingkuh, sekali waktu akan terbongkar juga. Ketika terbongkar praktek poliandri tersebut, Dadang langsung menceraikan talak tiga. Nengsih terima salah. Tapi ketika ditanya Pak Lurah, dia mengaku sebetulnya sama Dadang sangat sayang, tapi sama Suwanda suami keduanya sangat cinta. Apa bukti cinta, kata Nengsih, “Saya sehari bisa main tiga kali pak!”

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT