DEPOK, POKSKOTA.CO.ID - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menjelaskan dampak dari kebijakan pemerintah India melarang ekspor gandum. Menurutnya, hal itu dapat berimbas pada inflasi pangan sehingga menekan daya beli masyarakat.
"Imbas pada inflasi pangan akan menekan daya beli masyarakat. Contohnya tepung terigu, mie instan sangat butuh gandum, dan Indonesia tidak bisa produksi gandum. Banyak industri makanan minuman skala kecil yang harus putar otak untuk bertahan di tengah naiknya biaya produksi," kata Bayu saat dikonfirmasi, pada Senin (16/5/2022).
Selain produk turunan gandum yang terancam naik, harga daging dan telur juga turut terancam. "Pakan ternak yang sebagian menggunakan campuran gandum (pollard), ketika harga gandum naik bisa sebabkan harga daging dan telur juga naik," ucap dia.
Bima mengatakan, Indonesia mengimpor gandum setiap tahun sebesar 11,7 juta ton atau setara 3,45 miliar dolar Amerika. Ia khawatir larangan ekspor gandum dari pemerintah India akan meningkatkan garis kemiskinan di Indonesia.
"Jadi kalau India melakukan proteksionisme dengan larang ekspor gandum, sangat berisiko terhadap stabilitas pangan di dalam negeri. Dengan inflasi yang mulai naik, dikhawatirkan meningkatkan kemiskinan di Indonesia," ujar dia.
Sementara itu, Bima menyebut pemerintah harus menyiapkan solusi untuk mitigasi keberlanjutan ekspor gandum India.
"Pengusaha di sektor makanan minuman dan pelaku usaha ternak perlu berkoordinasi mencari jalan keluar bersama dengan Pemerintah," kata dia.
"Bukan tidak mungkin, Pemerintah Indonesia bersama negara lain melakukan gugatan kepada India ke WTO karena kebijakan unilateral India merugikan konsumen dan industri di Indonesia," imbuhnya. (Nitis)