JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Memang sering terjadi penbincangan di kalangan umat, salat Idul Fitri lebih baik di lapangan. Sebagian lain, menyatakan, lebih baik di masjid. Hingga muncul juga pertanyaan, Salat Idul Fitri sunah di lapangan atau di Masjid?
Terkait hal ini, Ustaz Adi Hidayat mengajak menyimak riwayatnya dan memahami hadisnya secara keseluruhan secara utuh.
Ustaz Adi Hidaya menyatakan, awal-awal zaman nabi, umat Islam belum banyak, saf masih sedikit, Tapi semakin hari semakin banyak. Masjid tidak cukup. Dulu masid Quba, masih sangat terbatas. Padahal yang masuk Islam makin banyak, makin banyak. Masjid tidak cukup.Maka nabi menggelar Salat Ied di lapangan.
Di sisi lain, Idul Fitri, bukan hanya salatnya, juga ada khutbahnya,.Bedanya khutbah Jumat atau khutbah biasa, perempuan-perempuan dilibatkan untuk mengengarkan.
“Yang haid pun dilibatkan. Umumkan perempuan-perempuan boleh datang, ini untuk menampakkan syiar Islam. Merayakan hari kemenangana. Bahkan jalan datang takbir bersama-sama,” katanya.
Kaum perempuan kalau sedang haid, tidak diperkenankan ke masjid, dikhawatirkan mengotosi kesucian masjid.
Mushala Sebagai Tanah Lapang
Poinnya adalah, pertama, ketika dipindah ke tanah lapang, bisa menampung jamaah lebih banyak.
Kedua, karena saat itu belum ada pembalut, bisa melibatkan perempuan, termasuk wanita haid, boleh ikut. “Kalau di masjid kan tidak boleh, karena mengotori kesucian masjid,” katanya.
Jadi, lanjutnya, di sini kaidah fiqihnya, bukan tempat yang diutamakani, bukan masalah masjidnya, bukan tanah lapangnya.
“Persoalan bisa menampung banyak orang atau tidak. Kalau di masjid diduga tidak bisa menampung banyak, syiarnya kurang, pindahkan ke lapangan. Tapi kalau masjidnya luas dibanduingkan tanah lapanganya, lebih baik di masjid. Coba lihat Masjid Nabawi sekarang, luas sekali kan, makanya Salat Ied di masjid,” ujarnya.