JAKARTA,POSKOTA.CO.ID - Potensi dampak risiko anak Gunung Krakatau melemah. Namun demikian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masyarakat tetap selalu waspada.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto bersama Menteri Koordinator Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan melakukan tinjauan udara aktivitas Anak Gunung Krakatau pada Kamis (28/4/2022).
Dari pantauan itu didapatkan visual kawah utama Anak Gunung Krakatau yang masih mengeluarkan asap berwarna putih dari lubang kepundan.
Menurut Kepala PVMBG Hendra Gunawan, asap putih tersebut sebelumnya juga terpantau dari pos pengamatan yang berada di Carita. Ia menuturkan, asap tersebut diketahui memiliki tinggi yang melampaui tubuh dari Gunung Anak Krakatau.
"Asap ini memang melampaui tubuh anak krakatau yang lama atau kurang lebih 25 meter. Kalau totalnya kurang lebih 150 meter dari gunung anak krakatau yang baru,” jelas Hendra dalam keterangannya Jumat (29/4/2022).
Berdasarkan analisis hasil pengamatan udara yang dioverlay dengan hasil monitoring dari instrumen monitoring yang dimiliki pos pengamatan PVMBG, energi tremor sebagai pembangkit erupsi telah menurun drastis.
Kendati demikian, pihaknya tetap meminta masyarakat agar tetap memperbarui informasi seputar Gunung Anak Krakatau melalui situs resmi pemerintah.
"Data-data yang terekam secara instrumental, energi tremor ini sudah drop, baik yang direkam melalui alat maupun dari pemantauan secara langsung. Ini semua terus menurun,” jelas Hendra.
Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam kesempatan yang sama menyatakan potensi dampak risiko bencana tsunami yang dapat terjadi dari aktivitas vulkanologi Anak Gunung Krakatau sangat kecil, seiring menurunnya erupsi dalam beberapa hari terakhir.
Di samping menurunnya erupsi Gunung Anak Krakatau, faktor lain seperti adanya beberapa pulau penghalang di sekitar Anak Gunung Krakatau juga dapat mereduksi ancaman tsunami bagi aktivitas penyeberangan kapal dari Merak-Bakauheni maupun sebaliknya.
Di sisi lain, jarak yang relatif jauh antara Gunung Anak Krakatau dengan rute penyeberangan antar pulau Jawa dan Sumatera itu juga menjadi faktor yang memperkecil potensi risiko tsunami.