ADVERTISEMENT

Petani Rugi Akibat Harga TBS Sawit Anjlok, Padahal Harga CPO Naik Setelah Jokowi Larang Ekspor

Selasa, 26 April 2022 16:12 WIB

Share
Ilustrasi, Tandan buah Segar (TBS) Sawit (foto/ist)
Ilustrasi, Tandan buah Segar (TBS) Sawit (foto/ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto mengatakan, kondisi di lapangan berbanding terbalik dari pergerakan harga CPO saat ini.

Hal ini imbas dari Pelarangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng oleh Presiden Joko Widodo pada 22 April lalu. Saat ini harga TBS sawit anjlok dan petani pun rugi. Padahal harga CPO atau bahan baku minyak goreng naik setelah pelarangan ekspor oleh Presiden Jokowi.

"Dengan harga CPO Rp22,38 juta per ton, seharusnya harga tandan buah segar (TBS) sawit petani itu Rp4.000 per kg. Kan menghitung harga TBS sawit  mengacu harga CPO juga. Tapi kondisi saat ini malah petani rugi. Permainan perusahaan, harga diturunkan," kata Darto di Jakarta, Selasa, (26/4).

Turunnya harga TBS sawit yang menghasilkan minyak sawit/ CPO yang menjadi bahan baku minyak goreng, mentega, juga produk oleokimia lainnya termasuk sabun mendorong Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan surat yang memperingatkan pihak-pihak terkait anjloknya harga TBS sawit petani.

"Harga CPO mengalami kenaikan signifikan setelah larangan Presiden. Semestinya petani untung. Tapi aktual lapanngan tidak. Surat sakti Kementan yang semestinya mampu menyelesaikan ini pun tapi oligarki sawit tidak mengindahkan, harganya makin terpuruk. Dari rata-rata awal Rp2.500-3.500 anjlok 50 sampai dengan 60 persen dalam 3 hari ini. Setelah pengumuman Presiden. Walaupun harga CPO naik," tambahnya.

Dilain pihak, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, kondisi saat ini adalah kekacauan yang seharusnya tidak terjadi. Akibat kesalahan pemerintah dan pengusaha.

"Harga TBS sawit terlanjur jatuh. Perusahaan hanya pikirkan margin untung memanfaatkan kebijakan pemerintah. Jadi, pengusaha dan pemerintah sama-sama salah," kata Bhima.

Menurut Bhima, anjloknya harga TBS sawit  petani adalah reaksi perusahaan sawit mengantisipasi stok bahan baku berlimpah jika larangan ekspor diberlakukan.

"Ketidakjelasan aturan pemerintah juga dimanfaatkan dengan baik oleh para pengepul tTBS sawit Pemerintah sendiri tidak jelas apakah yang dilarang ekspor CPO atau RBD olein. Alhasil seluruh CPO dianggap oversupply dan pengepul leluasa menekan harga ditingkat petani. Ini juga menjadi bukti bahwa mata rantai sawit yang paling rentan adalah petani atau pekebun rakyat dan buruh tani," pungkasnya. (CR04)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT