Kalaulah tidak paham lebih baik diam mendengarkan kehendak rakyat. Beri penjelasan jika rakyat membutuhkan pencerahan untuk mengurai masalah, bukan menambah rumit masalah. Bukan pula mencari – cari alasan untuk mendulang dukungan demi pembenaran sebuah kebijakan.
"Yen ngomong sing gawe maton" - kalau bicara yang mendasar. Selain memperhatikan etika, tata krama, sopan santun, adat dan budaya, juga cukup kuat alasannya dan sangat mendasar pijakannya. Kiranya lebih elok, menggunakan perkataan untuk mengajari diri sendiri, bukan memaksakan kehendak kepada orang lain. Agama apapun mengajarkan untuk senantiasa menjaga lisan demi menebar kebaikan, bukan keburukan. Menciptakan ketenangan, kerukunan dan keharmonisan demi memantapkan persatuan dan kesatuan.
Jagalah lisan. Bukankah ” Ajining diri saka pucuke lathi, ajining raga saka busana” – Harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan kemampuan menempatkan diri sesuai situasi dan kondisi.
Dituntut keteladanan para elite, para pemimpin negeri dalam menata “lathi” dan memperagakan kepatutan “busana” di mana saja, kapan saja, dalam situasi apa saja. Begitu juga dalam menggunakan kemampuannya, kekuasaannya, dan kewenangan yang melekat pada dirinya. (Azisoko*)