JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengacara tersohor Yusril Ihza Mahendra bersama-sama dengan Ketua DPD RI LaNyalla Matalitti menggugat Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan Presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Keduanya menggugat Presidential Threshold yang diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Ketentuan dalam UU ini mengatur bahwa syarat pencalonan presiden harus memenuhi ambang batas 20 persen. Angka ini dinilai terlalu tinggi dan bertentangan dengan UUD 1945.
Gugatan Yusril dan LaNyalla teregister di situs MK dengan nomor perkara 41/PUU/PAN.MK/AP3/03/2022 dan tercatat pada Jumat (25/3/2022) lalu.
Isi petitum gugatan itu tertulis bahwa mereka meminta MK menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dalam pasal 222 UU Pemilu.
"Menyatakan Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian isi petitum dikutip dari berkas gugatan.
Menurut Yusril, meski tak memenuhi syarat perolehan suara di parlemen, partainya memiliki hak untuk mengajukan calon presiden.
Hal itu sesuai Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Namun, hak tersebut kini dibatasi karena Pasal 222 UU Pemilu.
Menurut pihaknya, Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan prinsip negara hukum agar presiden dipilih langsung oleh rakyat, dan pemilu yang periodik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Karena itu, Pasal 222 harus dihapus untuk membuka ruang lebih lebar bagi arus perubahan sesuai dengan dinamika dan aspirasi masyarakat.
"Sangat jelas terlihat bahwa keberlakuan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," kata Yusril Ihza Mahendera yang juga pemohon gugatan tersebut.(*)