Dalam forum internasional, sidang Inter-Parliamentary Union (IPU) di Nusa Dua, Bali, Ketua DPR, Puan Maharani, mendapat pujian bahkan standing ovation karena dalam pidatonya di antaranya menitikberatkan soal kerakyatan.
Ironi, jika soal – soal kerakyatan dalam negeri terabaikan seperti kegaduhan kelangkaan pangan akibat praktik monopoli pihak swasta. Monopoli jelas tak sejalan dengan sistem ekonomi kerakyatan sebagaimana pasal 33 UUD 1945.
Pancasila dan UUD 1945 wajib kita jaga, dilaksanakan secara murni dan konsekuen. Itulah sebabnya, wakil rakyat wajib mengantisipasi menyusupnya penumpang gelap yang hendak memaksakan kehendaknya menunda pemilu dengan mengamandemen UUD 1945.
Di sisi lain memperbanyak belanja barang impor tak ubahnya mematikan produk lokal yang akan menghambat kemajuan UMKM. Sementara, UMKM menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan guna mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan rakyat. Perlu ada konsensus politik mengurangi barang impor dengan memperbanyak penggunaan dan pemanfaatan produk dalam negeri.
Terkait komoditas strategis hendaknya dijadikan politik negara, bukan politik pengusaha, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Memperkaya petani lokal adalah bagian dari melaksanakan amanat undang – undang agar negara menjadi kuat dan kaya. Bukan sebaliknya, investor yang diperkuat dan diperkaya.
Kuncinya ada pada pimpinan eksekutif dan legislatif bagaimana menciptakan kebijakan yang memuliakan para petani, dan seluruh anak negeri meningkatkan harkat dan martabatnya.
Rakyat berharap kebijakan yang adil dan benar. Pitutur luhur mengajarkan “Mustikaning tekad iku ambeciki” – mahkota tekad/niat itu adalah berbuat baik. Dalam arti luas, terdapat keberanian untuk mengambil kebijakan yang adil dan benar demi kemajuan dan kejayaan. ( Azisoko *)