“BU, ada tempe dan tahu rebus nggak?” tanya Yudi kepada ibu pemilik Warteg langganannya. “Kalau ada, sekalian sayuran rebus atau dikukus.”
“Tumben, lagi mutih ya. Kalau tempe dan tahu rebus ya nggak ada. Kalau sayur tempe, sayur tahu setiap hari ada. Sayur tempe dan tahu, hasil rebusan juga?” jelas ibu pemilik warung.
“Sayur tempe dan tahu kan ada bumbunya?” tanya Yudi.
“Ya ada bumbunya biar nikmat. Kalau nggak dikasih bumbu, namanya bukan sayur. Lagian siapa yang mau makan tempe rebus dan tahu rebus, tanpa dimasak?” kata si ibu.
“Ya udah, pesan orek tempe sama telor dadar saja,” ujar Yudi.
“Ini saya tambahi waluh rebus, atau sawi rebus. Kalau sayuran memang direbus atau dikukus mas,” tambah si ibu.
“Siapa sih bro yang minta rebus-rebusan?” tanya seseorang yang baru datang. “Jangan-jangan terinspirasi dengan video yang lagi viral soal rebus dan kukus”
“Itu, mas Yudi, katanya lagi puasa mutih. Tapi makan goreng-gorengan juga,” celetuk Heri.
Iya, sih mengolah makanan dengan direbus dan dikukus memang lebih sehat, seperti sayuran. Tapi, jangan terlalu lama agar tidak hilang nutrisi dan berubah warnanya.
Masalahnya, tidak semua makanan dapat dihidangkan hanya cukup dengan direbus, tanpa dimasak dengan bumbu. Sementara bumbu perlu digoreng, baru direbus.
Lagi pula lidah kita sudah terbiasa dengan makanan serba digoreng. Itulah sebabnya begitu migor menghilang, ibu-ibu kelimpungan. Tersedia migor murah, ngantri. Selisih harga seribu, dua ribu, akan diburu karena sangat berarti bagi ibu-ibu rumah tangga, apalagi bagi masyarakat menengah ke bawah, utamanya wong cilik.