CHINA, POSKOTA.CO.ID – China terjebak dalam dilema ketika harus memilih antara pihak Rusia atau Ukraina.
Tampaknya Peringatan Presiden AS Joe Biden tentang "konsekuensi" untuk bantuan apa pun yang mungkin diberikan China kepada Rusia nyata adanya.
Perang Ukraina, dapat memaksa Presiden China Xi Jinping untuk memilih antara hubungan perdagangan menguntungkan yang telah berlangsung lama dengan Barat atau kemitraan strategis yang berkembang dengan Rusia.
Dilansir dari Reuters pada Senin (21/3/2022), berdasarkan arus perdagangan saja, Beijing memiliki banyak hal yang dipertaruhkan menyusul panggilan video hampir dua jam Biden dengan Xi pada hari Jumat (18/9/2022).
Gedung Putih mengonfirmasi bahwa sanksi terhadap China adalah sebuah opsi
Hubungan perdagangan China berkembang dengan Asia Tenggara dan ekonomi yang kurang bergantung pada perdagangan selama dekade terakhir. Namun, kepentingan ekonomi China tetap sangat condong ke Barat.
Para analis mengatakan, berpihak pada sekutu politik Rusia akan membuat ekonomi China tidak masuk akal. Amerika Serikat dan Uni Eropa masih mengkonsumsi lebih dari sepertiga ekspor China.
"Pada pertanyaan ekonomi murni, jika China harus membuat pilihan - Rusia versus orang lain - maksud saya, itu tidak perlu dipikirkan lagi karena China sangat terintegrasi dengan semua ekonomi Barat ini," kata Chad Bown, seorang senior rekan di lembaga pemikir Peterson Institute for International Economics di Washington.
Duta Besar China untuk Amerika Serikat, Qin Gang, pada Minggu (20/3) menekankan hubungan dekat China dengan Rusia.
"China memiliki kerja sama perdagangan, ekonomi, keuangan, energi yang normal dengan Rusia," kata Qin kepada program CBS "Face the Nation"
Ketika ditanya apakah Beijing akan memberikan dukungan keuangan ke Moskow, dia menjawab bahwa itu bagian dari bisnis.
"Ini adalah bisnis normal antara dua negara berdaulat, berdasarkan hukum internasional, termasuk aturan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia)," kata Qin.
Adapun, menargetkan China dengan jenis sanksi ekonomi luas yang telah dijatuhkan pada Rusia akan berpotensi menimbulkan konsekuensi serius bagi Amerika Serikat dan secara global. Hal ini mengingat China memegang ekonomi terbesar kedua di dunia dan pengekspor terbesar.
Karena ekonomi China telah menggelembung menjadi 16 triliun dollar AS dalam 20 tahun terakhir, ketergantungannya pada perdagangan dengan negara lain untuk kesejahteraan ekonominya telah berkurang.
Ketika warga negara China menjadi lebih kaya, konsumsi dan jasa domestik memainkan peran yang lebih besar dalam perekonomian China.
Namun, Cina masih lebih bergantung pada perdagangan, sekitar 35% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB), dibandingkan Amerika Serikat sebesar 23% atau Jepang sebesar 31%.
Negara-negara kaya G7 yang membentuk jantung aliansi anti-Rusia setelah invasi bulan lalu ke Ukraina masih mengkonsumsi lebih dari sepertiga ekspor China. Itu adalah penurunan dari hampir setengah ekspor China hampir dua dekade lalu, tetapi pangsa pasarnya relatif stabil sejak 2014, ketika Rusia mencaplok wilayah Krimea Ukraina.
Pangsa ekspor Tiongkok ke negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah meningkat dua kali lipat menjadi sekitar 15%, melampaui kepentingan Jepang.
Namun data perdagangan China Januari-Februari 2022 menunjukkan bahwa ekspor ke Uni Eropa tumbuh paling besar sebesar 24%.
Sementara perdagangan Rusia secara keseluruhan dengan China telah berkembang. Hal ini ditandai sejak Barat pertama kali memberlakukan sanksi terhadap Moskow sebagai tanggapan atas pencaplokan Krimea pada 2014.
Tetapi ekspor China ke Rusia tetap antara 1% dan 2% selama 20 tahun terakhir.
Impor Rusia dari China sama seperti negara lain yakni barang elektronik dan konsumsi. Termasuk diantaranya ponsel, komputer, pakaian jadi, mainan, dan alas kaki berada di urutan teratas.
Data menunjukan China mengekspor ponsel 10 kali lebih banyak ke Amerika Serikat disbanding negara lain. berdasarkan data Comtrade PBB, dengan 32,4 miliar dollar AS pada tahun 2020,
Sementara impor China dari Rusia didominasi oleh minyak, senilai 27 miliar dollar AS pada tahun 2020. Minyak mentah dan minyak bumi lainnya mengerdilkan semua impor lainnya dari Rusia, terutama komoditas termasuk tembaga, kayu lunak, gas alam cair, batu bara, logam, dan bijih.
Meskipun Amerika Serikat telah melarang impor energi Rusia, sanksi Barat tidak secara khusus menargetkan ekspor minyak dan gas Rusia.
Tetapi sanksi yang diinisiasi AS terhadap bank-bank Rusia yang melarang transaksi dolar telah menghambat kemampuan China untuk menyediakan pembiayaan perdagangan untuk kargo minyak Rusia.
Sementara perekonomian China banyak untung dari Barat, Xi Jinping harus memilih antara negara sahabatnya pihak Rusia, atau mengutuk invasi mereka ke Ukraina. (Firas)