Selain mandiri, tanpa intervensi dari negara lain, lebih penting lagi kemandirian ekonomi di dalam negeri, melalui kebijakan yang senantiasa melindungi rakyat. Selama kebijakan ekonomi masih dipengaruhi investor, pemodal besar dan tekanan para pengusaha, bukan kemandirian yang didapatkan, tetapi ketergantungan.
Sebut saja kebijakan satu harga minyak goreng Rp14.000 per liter yang dicabut kembali, kemudian diserahkan kepada pasar, dan harganya kembali melonjak, adalah sisi lain, belum adanya kemandirian yang berujung kepada kesengsaraan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-harinya.
Yang diperlukan sekarang sekarang adalah berdikari secara ekonomi dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada untuk sebanyak-banyaknya kepentingan bangsa. Itulah kemandirian ekonomi sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Lihat juga video “Konvoi dari Istana ke Hotel Kempinski Jakarta, Jokowi Lepas Pembalap MotoGP”. (youtube/poskota tv)
Mandiri dalam mengelola sumber daya dan kekayaan alam dengan memberi akses seluas mungkin kepada masyarakat lokal meningkatkan kualitas hidupnya, mengembangkan usahanya melalui UMKM demi kemakmuran.
Sejarah membuktikan UMKM adalah usaha yang kuat menghadapi badai krisis ekonomi dan dampak pandemi seperti sekarang ini.
Tak kalah pentingnya mandiri, dalam artian mekanisme pasar dilakukan secara berkeadilan dengan persaingan sehat, bukan dikuasai oligarki dan monopoli pemodal besar. Negara wajib hadir melindungi rakyatnya, bukan tutup mata mencari-cari pembenaran, sementara tersembunyi memfasilitasi oligarki.
Mari kita membangun kemandirian, mulai dari diri sendiri. Tak perlu tergesa-gesa dengan menghalalkan segala cara, tak perlu curang untuk mencapai tujuan. Lebih baik “Alon-alon waton kelakon”-pelan, bertahap tetapi pasti dan benar mencapai tujuan kemandirian. Ketimbang “ Kakehan gludug, kurang udan”-Terlalu banyak bicara, tetapi tidak pernah memberi bukti. ( Azisoko *)