ADVERTISEMENT

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Angkat Bicara Terkait Dibebaskannya Terdakwa Kasus Unlawful Killing Laskar FPI

Jumat, 18 Maret 2022 22:40 WIB

Share
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar. (instagram/@fickarhadjar)
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar. (instagram/@fickarhadjar)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Terkait putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang membebasdakwakan terdakwa kasus Unlawful Killing laskar FPI.

Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hajar, menanggapi soal putusan Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang membebasdakwakan terdakwa kasus Unlawful Killing laskar FPI.

Menurut Fickar, putusan Majelis hakim cenderung tidak masuk akan, dan seakan-akan tak memiliki hati nurani maupun tidak berperikemanusiaan.

"Putusan ini cermin dari peradilan yang terkooptasi oleh ketakutan, sehingga melahirkan putusan yang tidak masuk akal. Ada orang mati kok pelakunya dilepaskan," kata Fickar saat dihubungi Poskota.co.id, Jum'at (18/3/2022).

Ia menjelaskan, dalam Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP), kriteria yang patut untuk dibebaskan dari dakwaan adalah, misalnya pelaki sakit jiwa yang sesuai dengan Pasal 44 KUHP.

"Pelaku belum dewasa atau anak-anak sesuai dengan Pasal 45 KUHP. Kemudian pelaku melakukan karena dipaksa pihak lain sesuai dengan Pasal 48 KUHP. Pembelaan diri karena terpaksa, atau serangannya melebihi kemampuan sesuai Pasal 49 KUHP," tutur dia.

"Ada juga melaksanakan ketentuan Undang-Undang seperti di Pasal 50 KUHP, misalnya Satpol PP menertibkan PKL dengan merusak barang. Atau melakukan perbuatan pidana karena melaksanakan perintah jabatan seperti yang termaktub dalam Pasal 51 KUHP," paparnya.

"Dalam hal ini, yang dimaksud bebas itu tidak terbukti sama sekali," sambung Fickar.

"Lepas itu terbukti telah melakukan perbuatan pidana, tetapi tidak dihukum karena ada alasan pemaaf atau penghapus pidana, sehingga pelakunya tidak dapat dihukum," tukasnya.

Dia menambahkan, seharusnya Majelis hakim dapat melakukan hal yang lebih relevan daripada membebasdakwakan terdakwa begitu saja.

"Dalam konteks ini, polisi yang menembak anggota FPI dan divonis lepas, ini putusan yang tidak masuk akan dan bertentangan dengan perikemanusiaan," pungkasnya.

Sebelumnya, Majelis hakim PN Jakarta Selatan, dalam putusannya membebaskandakwakan dua terdakwa kasus Unlawful Killing laskar FPI, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella pada Jumat (18/3/2022).

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Endra Zulpan mengatakan, Polda Metro memiliki dua sikap yang ingin disampaikan dari apa yang telah menjadi hasil putusan Majelis hakim.

"Pertama, Polda Metro Jaya menghormati putusan pengadilan yang sudah dilaksanakan dengan transparan dan terbuka. Dan kedua, dengan putusan PN Jaksel hari ini, peristiwa KM 50 ini artinya dilakukan Kepolisian sesuai SOP yang telah dilakukan anggota di lapangan," kata Zulpan kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jum'at (18/3/2022).

Dia menjelaskan, terkait putusan sidang yang digelar tadi hari itu, Majelis hakim telah memutuskan, bahwa kedua terdakwa yang merupakan anggota Polda Metro itu tidak dijatuhi hukuman karena Majelis Hakim menilai tindakan ini diambil sebagai bentuk pembelaan diri dan terpaksa diambil.


"Terkait putusan sidang saya sampaikan poin penting putusan sidang yang telah diputuskan Majelis, di mana antaranya terhadap kedua terdakwa tersebut yang anggota Polda Metro tidak jatuhkan hukuman terhadap terdakwa karena perbuatan terdakwa berdasarkan pembelaan diri karena terpaksa dan terpaksa melampaui batas," jelasnya.

"Terdakwa tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenar dan pemaaf. Memulihkan semua hak dan hakikat terdakwa, dan membebankan semua biaya perkara ke Negara," sambung Zulpan.

Sementara itu, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Teguh Sugeng Sentosa mengatakan, kendati hasil putusan Majelis Hakim tersebut dinilai pro kontra, tetapi pada dasarnya proses hukum harus tetap dihormati.

"Walaupun putusan hakim ada pro kontra, maka proses hukum harus dihormati. Kemudian yang harus ditempuh oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang mewakili kepentingan korban, dapat mengajukan Kasasi atas putusan bebas tersebut," kata Sugeng dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (18/3/2022).

Sugeng melanjutkan, dalam hal ini IPW tidak dapat lagi memberi komentar meski dalam kasus ini terdakwa telah mengambil tindakan yang menyebabkan hilangnya nyawa korban.

"Karena proses tersebut telah menjadi wewenang majelis hakim memutus perkara," ucapnya.

"Terkait tindakan anggota polisi tersebut terbukti telah menembak hingga tewas korban, akan tetapi dibenarkan oleh hukum karena adanya alasan pembenar, yaitu bela diri," ujar Sugeng.

Adapun, Ketua Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti juga mengatakan, dalam hal ini Kompolnas menghormati proses hukum yang berjalan di Pengadilan secara terbuka.

"Kompolnas menghormati proses hukum yang berjalan di Pengadilan secara terbuka. Apabila keluarga korban atau pengacaranya tidak puas dengan putusan majelis hakim, maka dapat meminta Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi. Dengan demikian semua proses dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku," kata Poengky saat dihubungi, Jum'at (18/3/2022)

Papar dia, terkait pembebasan dakwaan itu, Majelis Hakim mengambil putusan dengan berdasarkan Pasal 49 KUHAP yang didukung oleh tindakan diskresi Kepolisian sesuai Undang-Undang.

"Kami melihat penerapan Pasal 49 KUHAP oleh Majelis Hakim karena didukung dengan tindakan diskresi Kepolisian sesuai Undang-undang yang mengacu pada Prinsip-prinsip Dasar Hak Asasi Manusia bagi Aparat Penegak Hukum," imbuhnya.

Untuk diketahui, PN Jakarta Selatan menggelar sidang kasus Unlawful Killing Laskar FPI dengan terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, Jumat (18/3/2022). Dalam sidang, majelis hakim pun memutus dua terdakwa divonis bebas.

"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan primer, menyatakan perbuatan terdakwa Fikri Ramadhan dan Ipda M. Yusmin sebagai dakwaan primer dalam rangka pembelaan terpaksa melampaui batas, tidak dapat dijatuhi pidana. Karena alasan pembenaran dan pemaaf," kata Ketua Majelis Hakim, M. Arif Nuryanta dalam persidangan.

Majelis hakim dalam putusannya menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sehingga membuat orang meninggal dunia sebagaimana dakwaan primer. Namun, keduanya tidak dapat dijatuhi hukuman dengan alasan pembenaran dan pemaaf merujuk pledoi kuasa hukum. (adam)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT