TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Retno Listyarti, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima informasi adanya pencemaran batu bara di Rusun Marunda yang terdampak pada kesehatan warga terutama anak-anak.
Dampak kesehatan yang dirasakan mulai dari masalah pernafasan (ISPA), gatal-gatal pada kulit, ruang bermain anak yang penuh abu batubara.
Laporan yang diterima dari Jhonny Simandjuntak, anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP, tersebut langsung ditindaklanjuti.
Retno memutuskan untuk melakukan pengawasan pada pagi sampai siang hari di satuan pendidikan yang lokasinya terdekat dari aktivitas pengolahan gunungan batu bara.
Yaitu, di sekolah satu atap yang terdiri dari SDN Marunda 05, SMPN 290 dan SLB Negeri 08 Jakarta Utara pada Kamis (10/3/2022).
Gunungan batu bara dapat disaksikan dengan sangat jelas dari lantai 4 (empat) SMPN 290 Jakarta.
“Para guru dan kepala sekolah dari 3 satuan pendidikan tersebut mengakui bahwa abu batu bara sangat mengganggu aktivitas di sekolah. Debu di lantai harus disapu dan dipel sedikitnya 4 kali selama aktivitas PTM pagi sampai siang, berlangsung dari pukul 6.30 sampai 13.00 wib karena ada sistem shift dalam PTM,” ujar Retno, Sabtu (12/3/2022).
Kata dia, penjaga sekolah dan para petugas pembersih menyatakan bahwa abu batu bara mereda jika hujan. Namun demikian, ketika udara panas maka abu batu bara terbawa angin dan mengotori semua ruang kelas dan benda-benda di dalamnya.
"Apalagi jika tidak ada aktivitas pembelajaran pada hari Sabtu dan Minggu, debu batu bara menumpuk dengan ketebalan bisa mencapai hampir 1 cm," tegasnya.
Retno menambahkan sakit kulit yang membuat gatal di sekujur tubuh sampai kornea mata anak mengalami kerusakan.
Kemarin, kata Retno, balai warga Rusunawa Marunda Blok A/10 KPAI didampingi Jhonny, anggota DPRD DKI Jakarta menemui warga, dari perwakilan beberapa RT/RW u yang tergabung dalam forum warga Marunda melakukan pengecekan.
Adapun tujuannya adalah menyediakan ruang bagi warga untuk menyampaikan kesaksiannya atas dampak pencemaran abu batu bara.

Lantai sekolah harus dipel sampai 4 kali sehari akibat limbah asep batu bara di Marunda.
“Secara umum warga menyampaikan bahwa dampak pencemaran mulai dirasakan pada tahun 2018 hingga sekarang. Semakin hari semakin memburuk terhadap kesehatan warga termasuk anak-anak," katanya.
"Selain penyakit pernafasan yang kerap dialami warga, sekarang penyakit kulit yang membuat gatal di sekujur tubuh kerap dialami warga, bahkan anak-anak kerap terbangun di malam hari karena rasa gatal yang menyerang sekujur tubuh”, ungkap Retno.
Sementara itu, kata Retno, dirinya menerima laporan dari seorang ayah yang memiliki 3 (tiga) anak menceritakan bahwa mereka sekeluarga mengalami penyakit kulit yang menimbulkan gatal di sekujur tubuh.
“Dengan mata berkaca-kaca dan suara serak, sang ayah menceritakan bahwa anak-anaknya menjadi tidak nyenyak tidur pada malam hari karena rasa gatal yang tidak tertahankan, bahkan sang anak pernah berkata sudah tidak kuat lagi," kisah Retno.
Cerita mengenaskan juga menimpa seorang anak yang terpaksa harus mengganti kornea mata dari donor mata. Hal tersebut bermula pada tahun 2019, si anak yang kerap bermain di RPTRA mengku matanya sakit dan mengeuarkan air terus.
"Kemudian ia mengucek matanya karena gatal dan diduga kuat partikel halus dari abu batu bara mengenai mata si anak. Mata bernanah dan terus mengeluarkan air. Perawatan mata dilakukan oleh RSCM dalam jangka lumayan panjang, sampai akhirnya dokter menyatakan sudah rusak total dan harus donor mata," kata dia.
Dia menambahkan warga yang tinggal di RW 07, dimana posisi towernya dekat pelabuhan Marunda menyatakan bahwa penyakit pernafasan kerap dialami oleh keluarganya, begitupun warga sekitar.
“Saya pernah mau diberi sembako oleh PT yang melakukan pengolahan batu bara itum namun saya tolak, Kesehatan kami tidak setara dengan sembako”, ungkap salah seorang warga.
Dia menambahkan atas adanya kejadian ini KPAI akan menindaklanjuti laporan warga rusun Marunda ke pihak Pemprov DKI Jakarta.
"Karena penyelesaiannya harus melibatkan Dinas-dinas terkait, mulai dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Dinas pendidikan, dll, bahkan Kementerian Lingkungan Hidup," jelasnya.
Kemudian KPAI jug sudah berkoordinasi dengan Direktur WALHI Jakarta untuk berkoordinasi pasca KPAI turun ke lokasi dan sekaligus mendorong WALHI Jakarta untuk melakukan advokasi sesuai kewenangannya.
"KPAI juga akan berkoordinasi dengan JATAM dan LBH Jakarta jika warga memerlukan pendampingan hukum atas kerugian dari pencemaran yang timbul dan berdampak pada mereka," ujarnya.
Terakhir dia menambahkan dalam hal ini KPAI mendorong DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan ke lapangan dan sekaligus memanggil pemerintah dan juga perusahaan pencemar untuk dimintai penjelasan.
"KPAI mendorong perlunya pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup untuk melakukan investigasi Amdal dan dampak-dampak pencemaran terhadap lingkungan Rusun Marunda," jelasnya.
"KPAI juga mendorong pelibatan laboratorium yang independen untuk melakukan uji laboratorium pada air dan tanah warga, serta uji medis terkait dampak kesehatan yang dirasakan warga, termasuk anak-anak," tuntasnya. (Muhammad Iqbal)