Jangan Sekali-kali Membelokkan Sejarah

Kamis 10 Mar 2022, 07:29 WIB

Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah berarti pula tidak meninggalkan atau menyingkirkan peran pemimpin bangsa. Siapapun dia, sebagai pemimpin bangsa, telah berjasa bagi negeri kita. - Harmoko

PARA pendiri negeri berpesan kepada generasi penerus, siapa pun dia yang akan mengisi kemerdekaan untuk tidak melupakan sejarah bangsanya sendiri. Jas Merah (Jangan sekali-kali Meninggalkan sejarah), itulah pidato fenomenal yang disampaikan Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1966.

Ada yang mengatakan Jas Merah itu singkatan dari Jangan sekali-kali melupakan sejarah, tetapi sejumlah sejarawan meluruskan Jas Merah itu singkatan dari Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.

Ya, memang kata “melupakan” dan “meninggalkan” adalah beda makna. Ini yang perlu diluruskan dalam sejarah bangsa Indonesia, termasuk istilah “Jas Merah” sebagai judul pidato Bung Karno bertepatan dengan HUT ke-21 Republik Indonesia, siapa yang memberikan judul tersebut?

Sejarah terbuka untuk koreksi ataupun pelurusan jika terdapat “novum” atau temuan baru dari para ahli, sejarawan yang dilengkapi bukti otentik, diuji kebenarannya secara ilmiah.

Seperti halnya sejarah Majapahit-Kerajaan Sunda, terkait Perang Bubat yang hingga kini masih kontroversi hingga menyisakan “konflik budaya” antara masyarakat Jawa dan Sunda.

Kajian para ahli, Perang Bubat diragukan kebenarannya karena sangat sedikit sumbernya, hanya mengandalkan cerita dari anak manusia. Sumber yang dipakai hanyalah catatan atau naskah Pararaton dan Kidung Sunda yang masih diragukan keasliannya.

Di sisi lain, Perang Bubat terkait dengan cerita lamaran dan pernikahan, bertentangan dengan tradisi masyarakat Jawa dan Sunda, serta masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Boleh jadi, diciptakan oleh kelompok yang berkepentingan, mengeruk keuntungan dengan mengadu domba masyarakat Jawa dan Sunda, dengan terus menerus melanggengkan adanya konflik budaya tersebut.

Pelurusan sejarah diperlukan demi perbaikan dan kemajuan bangsa, tetapi yang hendak saya katakan, pelurusan bukan berarti menghilangkan fakta yang telah ada, kemudian menggantinya dengan selera penguasa.

Melupakan atau meninggalkan sejarah saja tidak boleh dilakukan, apalagi menyingkirkan, lebih-lebih menghapuskan serta membelokkan demi keuntungan seseorang atau kelompok tertentu. Ini bukan saja, tak sejalan dengan cita-cita para pendiri negeri, tidak sesuai dengan jati diri bangsa, juga melanggar konstitusi negeri ini.

Berita Terkait

Harga Melambung, Rakyat Limbung

Kamis 17 Mar 2022, 07:00 WIB
undefined

Berdikari di Bidang Ekonomi

Senin 21 Mar 2022, 07:00 WIB
undefined

DPR Harus Kuat

Senin 28 Mar 2022, 07:33 WIB
undefined
News Update