Lapok Pak Menhub, Praktik Truk ODOL di Jakarta Pusat Masih Banyak Ditemukan nih!

Senin 07 Mar 2022, 18:14 WIB
Petugas Dishub Jakarta Pusat menghentikan truk dengan kapasitas angkut lebih. (foto: poskota/rika)

Petugas Dishub Jakarta Pusat menghentikan truk dengan kapasitas angkut lebih. (foto: poskota/rika)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kordinator Lapangan Dinas Perhubungan Jakarta Pusat, Dandung Junarto menyebut masih banyak menemukan kendaraan, khususnya truk yang melanggar aturan dengan membawa muatan berlebih.

Pasalnya dalam Undang-undang No.22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) menyatakan bahwa akan memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran angkutan over dimension dan over load (ODOL).

Dalam UU tersebut, sanksi tegas terhadap pelanggaran truk ODOL dapat diterapkan seperti penilangan, transfer muatan, hingga kendaraan pelanggar tidak diizinkan meneruskan perjalanan.

Selain itu juga, sanksi lain yang diberikan terhadap praktik angkutan ODOL dapat berupa pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda maksimal Rp500.000.

Namun, angka tersebut dinilai terbilang kecil sehingga tidak  memberikan efek jera bagi para pelanggar ODOL di jalanan.

Biasanya, kasus pelanggaran angkutan ODOL ini dikorbankan kepada pengemudi. Dengan sanksi tersebut, biasanya pengusaha hanya membayar saja dan melakukan kembali pelanggaran terkait.

Sebab, keuntungan yang didapat dari truk ODOL bisa melebihi dari denda yang diberikan.
Seperti yang dikatakan oleh Ali (53) seorang pengemudi angkutan ODOL, “Ya masa kita bawa muatan harus rata sama bak, rugi operasionalnya lah.”

Suku Dinas Perhubungan melarang keras praktik ODOL karena dinilai memberikan banyak dampak negatif terhadap banyak aspek seperti melambatnya laju kendaraan lain, kecelakaan yang disebabkan oleh rem blong, pecah ban, bahkan hingga berdampak pada kerugian negara.

Berdasarkan data Korlantas Polri Integrated Road Safety Management System (IRSMS) tentang kecelakaan tahun 2018, truk ODOL menjadi salah satu penyumbang terbesar penyebab kecelakaan lalu lintas.

Untuk diketahui juga, berdasarkan data ekonomi menyebutkan bahwa setiap tahun negara rugi Rp 43 triliun karena harus memperbaiki jalanan yang cepat rusak akibat angkutan-angkutan yang obesitas.

Praktik angkutan ODOL juga membahayakan pengguna jalan lainnya seperti melambatnya laju kendaraan lain karena harus menyesuaikan kecepatan dengan angkutan ODOL.

Sementara itu, perlu ditegaskan juga, praktik ODOL dinilai boros dalam penggunaan  bahan bakar minyak karena waktu tempuh perjalanan yang lama. (CR02)

News Update