LPBH NU Jakarta Nilai Menag Yaqut Gegabah Menganalogikan Perkara Volume Azan, Presiden Jokowi Diharap Mengevaluasi

Jumat 25 Feb 2022, 13:57 WIB
Aturan toa masjid dikeluarkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mulai jadwal penggunaan hingga posisi pemasang, begini peraturan lengkapnya. (Foto/dokkemenag)

Aturan toa masjid dikeluarkan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mulai jadwal penggunaan hingga posisi pemasang, begini peraturan lengkapnya. (Foto/dokkemenag)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Jakarta, Kevin Haikal menyayangkan pernyataan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas atas perkara bandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

Menurut Kevin, pernyataan Gus Yaqut, dinilai telah melukai hati umat islam di Indonesia. Pasalnya, azan merupakan panggilan bagi seluruh muslim untuk melaksanakan ibadah hariannya dan tidak sepantasnya disamakan dengan suara binatang.

"Adzan merupakan sebuah panggilan untuk beribadah, tidak tepat dan sangat tidak benar menganalogikan-nya dengan perbandingan gonggongan anjing,” ujar Kevin dalam keterangan tertulis yang diterima, Jum'at (25/2/2022).

Menag Yaqut, sebutnya, sebagai seorang pejabat negara sekelas Menteri. Tak mampu untuk menjaga turur katanya dengan baik, hal itu dapat dilihat pada bagaimana Menag membuat sebuat statement yang gegabah dengan menganalogikan volume adzan dengan gonggongan anjing.

"Ini juga merupakan suatu hal yang mendegradasi dan mengkerdilkan esensi dari azan sebagai panggilan untuk beribadah kepada Tuhan," ucap dia.

 

Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU), Kevin Haikal. (Foto: Twitter/@Kehai_)

"Masih banyak perumpamaan lain yang bisa digunakan, perbandingan yang apple to apple, yang kontekstualitasnya sejajar dan sama. Kenapa tidak diumpamakan dengan suara lamborghini/ferrari, kan lebih baik,” jelas dia.

Tutur mantan Staf khusus (Stafsus) Menag itu, pengumandangan adzan dengan menggunakan pengeras suara telah menjadi tradisi di Indonesia yang selama ini terpelihara dengan baik.

"Kehadiran negara yang mengatur hingga detail teknis terkait dengan aturan penggunaan pengeras suara di masjid dirasa terlalu dalam dan agak sedikit berlebihan. Saya rasa, kita rakyat Indonesia adalah masyarakat majemuk yang terbiasa dengan adat ketimuran,” papar Kevin.

"Artinya, kita tau batas dan cenderung punya ewuh- pekewuh/tata krama dalam berkehidupan sosial. Tanpa perlu dibuat aturan seperti itu, selama ini rasanya tradisi itu berjalan dan aman-aman saja,” imbuhnya.

Kata Wakil Ketua DPP Laskar Merah Putih itu, tanpa perlu Surat Edaran (SE) dari Kemenag pun, penggunaan pengeras suata di masjid selama ini sudah cukup rapih dan memperhatikan aspek lingkungan.

"Kalaupun ada satu dua permasalahan yang timbul akibat kesalahan komunikasi, itu selesai dengan musyawarah dan mufakat," kata dia.

Berita Terkait

News Update