ADVERTISEMENT

Sabtu, 19 Februari 2022 07:44 WIB

Share

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Oleh: Hasto kristiyanto

ALAM politik kebudayaan Indonesia kembali heboh ketika Ustaz Khalid Basalamah mengharamkan wayang. Indonesia pun dilanda goro-goro. Pernyataan tokoh Wahabi tersebut menyentuh hal yang paling mendasar tentang karakter dan salah satu identitas kebudayaan Indonesia yang begitu membanggakan bagi Indonesia dan dunia.

Dalam dunia wayang, pernyataan Ustaz Basalamah menjadikan politik kebudayaan nasional berada dalam ketidakseimbangan. Publik pun mencari tahu dan melakukan perlawanan kebudayaan, termasuk menggelar berbagai gerakan budaya untuk mendukung pelestarian dan pengembangan budaya nusantara sebagai karakter dan identitas bangsa.

Dalam proses pencarian terhadap apa dan bagaimana ideologi Wahabi dan Salafi yang telah berulang kali mengharamkan berbagai kebudayaan Nusantara, dan terakhir mengharamkan wayang, lalu dari mana mereka berasal?

Pencarian publik pun akhirnya membangunkan kesadaran, betapa kebhinnekaan Indonesia kini menjadi terancam. Betapa berbagai bentuk ekspresi seni kemudian jarang ditampilkan ke ruang publik. Jaipongan di Jawa barat, Tayuban di Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi meredup, demikian pula berbagai bentuk kebudayaan lainnya.

Dalam hal baju, pakaian, juga terjadi perubahan identitas kebudayaan. Padahal bangsa Indonesia merupakan bangsa dua musim, di mana menurut Arsitek Yori Antar, kondisi tersebut ikut berpengaruh terhadap sistem sosial yang membentuk pentingnya kesadaran terhadap ruang publik, dan budaya gotong royong. Kebutuhan ruang publik mendorong lahirnya berbagai cerita rakyat.

Keprihatinan yang sama diutarakan oleh Emha Ainun Najib. Sosok yang dikenal sebagai pemikir, intelektual muslim, dan sekaligus budayawan tersebut mampu membangun sintesa antar-Islam dan kebudayaan Nusantara.

Emha pun menegaskan wayang bukan merupakan barang syirik, selama wayang tidak menduakan Tuhan. Wayang baru menjadi syirik kalau menjadi penyebab menduakan Tuhan.

Dalam ceramahnya yang kemudian viral, Emha juga menegaskan dirinya sebagai wong Jombang, dengan budaya Jawa yang khas, dan bahasanya yang dikenal sangat egaliter. Semua identitas Emha merupakan karunia Sang Pencipta dimana dirinya disuruh Tuhan untuk menjadi orang Jombang, menjadi orang Jawa, dan bukan menjadi orang Arab.

Hal yang sama dilakukan oleh Gus Miftah, ulama muda yang kondang dan tiba-tiba langsung mengadakan pentas Wayang Kulit dengan cerita “Dalang menggugat”. Suatu lakon yang diyakini tidak terlepas dari pidato Indonesia Menggugat Bung Karno ketika berhadapan dengan kezoliman kolonialisme Belanda. Para tokoh nasional dan budayawan pun bersatu.

Halaman

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT