Dia datang dengan meminta izin kepada warga, termasuk keinginan datang lagi untuk menginap di desa Wadas.
Selama pertemuan banyak menggunakan bahasa lokal agar dapat menyatu dengan masyarakat setempat. Dengan kata yang santun, tata krama sebagai bentuk penghormatan kepada masyarakat setempat, seperti berikut:
“Kulo pengen ngrungokke dhewe (saya ingin mendengarkan sendiri secara langsung), tetapi nek mung sepisan iki pasti mboten cukup (tapi kalau hanya sekali ini, pasti tidak cukup). Nek kulo angsal, kulo izin nginep teng ndeso niki angsal mboten (kalau boleh, saya izin menginap di desa ini boleh apa tidak),” tanya Ganjar ke ratusan warga.
“Mangke kulo mriki nggeh, kulo tak nginep mriki kersane saget ngombe banyu Wadas (nanti saya kesini ya, saya menginap di sini supaya bisa minum air Wadas).”
Kehadiran Ganjar sebagai bentuk tanggung jawab sebagai kepala daerah, bukan hanya dalam kata, tetapi perbuatan. Kehendak untuk menginap sebagai bentuk kepedulian negara terhadap rakyatnya untuk berdialog langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi warganya.
Melalui pendekatan semacam ini, diharapkan yang awalnya keras menjadi lembut, yang semula kukuh menjadi luluh. Yang pasti, kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat adalah yang utama. Semoga. (jokles)