Kekerasan Ekstrem Pasukan Belanda di Indonesia Menurut Penelitian Sejarah

Jumat 18 Feb 2022, 19:16 WIB
Pasukan Indonesia sedang melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. (Sumber: ANRI)

Pasukan Indonesia sedang melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda. (Sumber: ANRI)

BELANDA, POSKOTA.CO.ID - Tentara Belanda yang dikirim ke Indonesia pada 1940-an melakukan kekerasan ekstrem secara struktural. Termasuk eksekusi ilegal.

Demikian proyek penelitian sejarah di Belanda menyimpulkan yang hasilnya dirilis pada Kamis (17/2/2022) seperti dilansir dari Deutsche Welle.

Pasukan Belanda di Indonesia selama periode 1940-an telah menggunakan "kekerasan ekstrem, sering secara sengaja” dalam menghadapi perlawanan dari pihak Indonesia yang menuntut kemerdekaan.

Di Amsterdam saat ini sedang berlangsung pameran tentang Revolusi Kemerdekaan Indonesiadi Rijksmuseum yang digagas bersama kurator dan museum dari Indonesia.

Penelitian itu adalah sebuah proyek jangka panjang yang berlangsung selama 4,5 tahun dan dilakukan para ahli dari tiga lembaga penelitian sejarah.

Hasil penelitian mereka bertentangan dengan pandangan lama pemerintah Belanda bahwa pasukannya hanya terlibat dalam kekerasan ekstrim secara sporadis ketika mereka memerangi pasukan pro kemerdekaan di Hindia Belanda.

Para peneliti dalam sebuah pernyataan mengatakan sumber yang mereka konsultasikan menunjukkan bahwa penggunaan kekerasan ekstrem yang dilakukan angkatan bersenjata Belanda tidak hanya meluas tetapi juga sering disengaja. Tindakan itu juga dimaafkan di setiap tingkatan. Baik politik, militer dan hukum.

Permintaan Maaf Para Pemimpin Belanda

Pemerintah Belanda pada 2013 meminta maaf atas beberapa kekejaman yang dilakukan pasukannya antara tahun 1945 sampai 1949 ketika Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia.

Raja Belanda Willem-Alexander secara resmi telah meminta maaf selama kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 2020 atas agresi negaranya di masa lalu.

Laporan Belanda dari 1969 telah mengakui adanya ekses-ekses kekerasan di Indonesia. Tetapi berpendapat bahwa pasukan Belanda ketika itu melakukan "aksi polisi” yang dipicu perang gerilya dan aksi teror.

Temuan para peneliti sejarah yang dirilis hari Kamis ini memberikan gambaran yang jauh lebih suram tentang tindakan pasukan Belanda.

"Selama perang, angkatan bersenjata Belanda menggunakan kekerasan ekstrem secara rutin dan struktural, dalam bentuk eksekusi di luar hukum, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan di bawah kondisi yang tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan properti dan persediaan makanan, serangan udara yang tidak proporsional dan penembakan artileri, dan apa yang seringkali merupakan penangkapan massal secara acak dan penahanan massal,'' kata proyek penelitian itu dalam pernyataannya.

Siapa Yang Bertanggung Jawab Atas Kekerasan?

Selanjutnya para peneliti menulis,"Angkatan bersenjata Belanda sebagai institusi bertanggung jawab atas kekerasan yang digunakan itu, termasuk kekerasan ekstrem. Namun mereka beroperasi dalam konsultasi erat dengan dan di bawah tanggung jawab pemerintah Belanda.''

Seorang perwakilan dari Institut Veteran Belanda mengkritik temuan tersebut. "Hasil penyidikan menimbulkan rasa tidak nyaman dan kekhawatiran dalam diri saya, karena para veteran yang bertugas di bekas Hindia Belanda itu secara kolektif ditempatkan sebagai tersangka berkat kesimpulan yang tidak berdasar," kata direktur lembaga itu, Paul Hoefsloot, dalam sebuah pernyataan tertulis.

Hans van Griensven, ketua organisasi veteran Belanda lainnya mengatakan kepada stasiun siaran nasional NOS bahwa kekerasan itu tidak meluas seperti yang digambarkan sekarang.

"Tentu saja, ada yang salah, seperti yang terjadi di setiap perang," kata Hans Van Griensven.

"Tapi secara umum juga ada bantuan kemanusiaan, bantuan pangan dibagikan, infrastruktur dibangun. Itu tidak dibahas2 dalam temuan tersebut, tambahnya.

Proyek penelitian yang sebagian didanai Pemerintah Belanda itu merupakan bagian dari pengelolaan sejarah masa kolonial Belanda yang lebih luas.

Walikota Amsterdam pada tahun lalu meminta maaf atas keterlibatan kota itu dalam perdagangan budak.

Rijksmuseum di Amsterdam pada tahun ini untuk pertama kalinya menggelar pameran tentang sejarah revolusi dari sudut pandang Indonesia dengan melibatkan kurator dari Indonesia. ***

Berita Terkait

News Update