DIALOG kakek dan sang cucu di akhir pekan ini mengulas tentang syarat calon menantu.
Bagi partai politik (parpol) mencari calon presiden, tak ubahnya orang tua yang mencarikan calon suami/istri bagi anaknya. Selain mempertimbangan "bobot, bibit dan bebet", juga perlu syarat khusus, berupa komitmen tertentu.
Bobot, bibit, bebet adalah persyaratan umum. Bobot artinya kualitas diri, baik lahir maupun batin. Bibit adalah keturunan, asal–usul. Tak harus berdarah biru, tetapi jelas latar belakangnya. Sedangkan bebet adalah sikap dan perilaku.
Ini tak ubahnya mengukur kualitas calon dari kapabilitasnya, akseptabilitas, dan integritas moralnya.
Kalau syarat khusus, seperti disebutkan tadi lebih menyangkut kepada komitmen tertentu. Seperti, kelak sang menantu menjadi menantu yang patuh, penuh perhatian dan kepedulian kepada mertua.
Ini jangan sampai setelah resmi menjadi anak menantu, lantas melupakan mertuanya. Melupakan janji manisnya seperti diungkapkan sebelumnya bahwa akan menjadi menantu yang baik, taat, hormat, dan patuh atas segala kehendak mertua.
Pertanyaannya pantaskah mertua seperti ini? Jawabnya boleh jadi akan beragam. Sebagian mengatakan apa yang dikehendaki mertua cukup beralasan, mengingat sebelum berhasil meminang telah mengungkap janji. Tetapi, setelah kesampaian, lupa akan janjinya.
Di sisi lain menilai mertua yang seperti ini tidaklah bijak. Sebagai mertua tidak boleh intervensi dengan keluarga anaknya, termasuk dengan menantunya. Tidak boleh memaksakan kehendak, apa maunya.
Seorang anak yang telah berkeluarga adalah bebas dari tanggung jawab orang tua, yang artinya bebas menentukan arah rumah tangganya.
Lagi pula, patuh tidak harus memenuhi seluruh kehendaknya, apalagi menyangkut kebijakan rumah tangganya. Bahwa sebagai anak menantu harus berbakti kepada mertua, adalah wajib adanya. tetapi dalam urusan rumah tangga, akan beda.
Rumah tangga yang dijalani adalah rumah tangganya, bukan rumah tangga mertuanya atau orangtuanya.