Suatu sore, sang kakek mengajak cucunya menonton atraksi barongsai di sebuah klenteng yang cukup ternama.
“Wah hebat kek, bisa loncat – loncat di atas balok tinggi,” kata sang cucu.
“Ya itulah atraksi barongsai yang sangat memikat. Tangkas, kuat dan tangguh, “ jawab kakek.
Selepas menonton atraksi barongsai yang digelar dalam rangka memperingati Tahun Baru Imlek, 1 Februari, kakek dan cucunya sempat melihat dari dekat situasi vihara, sebagai tempat sembahyang umat Kong Hu Chu.
Cucunya terlihat senang menyaksikan semuanya. Banyak pertanyaan yang diajukan sang cucu mengenai vihara, di antaranya mengapa dicat dengan warna serba merah. Juga tentang barongsai.
Kakek pun merasa puas menyaksikan kegembiraan cucunya.
Tujuan mengajak cucunya jalan – jalan ke klenteng membuahkan hasil, selain kegembiraan yang didapat, setidaknya telah menanamkan nilai – nilai toleransi dalam kehidupan beragama.
Toleransi bukan sekadar slogan dan semboyan.
Toleransi bukan juga sebatas indah di atas kertas, tetapi minim realitas.
Toleransi hendaknya teraplikasi dalam kehidupan sehari – hari.
Maknanya direalisasikan dalam aksi nyata, bukan terhenti dalam ucapan, tetapi berlanjut melalui perilaku dan perbuatan.