Kemudian, KH Abdul Wahab Chasbullah, lantas membawa masalah ini ke Kongres Al-Islam yang dihelat, pada 21-27 Agustus 1925, di Yogyakarta.
Pada saat yang sama, Indonesia sedang mempersiapkan dan akan mengirim Central Comite Chilafat (CCC), yaitu delegasi umat Islam ke Muktamar Dunia Islam di Mekkah pada 1925.
Tokoh yang menjadi delegasi CCC diisi oleh Wondoamiseno, KH Mas Mansur, dan HOS Tjokroaminoto.
Sebagai upaya, Kiai Wahab pun sempat melakukan pendekatan dengan para tokoh CCC tersebut, agar mendesak Pemerintah Arab Saudi untuk melindungi kebebasan bermazhab.
Namun malang, diplomasi tersebut selalu berakhir dengan kekecewaan, sebab sikap dari kelompok modernis tersebut yang tak kooperatif.
Akhirnya, upaya Kiai Wahab berlanjut, dengan membentuk Komite Hijaz, pada Januari 1927 dan telah mendapat restu dari KH Hasyim Asy'ari.
Adapun, Komite Hijaz nantinya akan dikirim ke Muktamar Dunia di Arab Saudi.
Setelah itu, Kiai Hasyim mengundang ulama terkemuka, pada 31 Januari 1926, untuk memilih delegasi perwakilan Komite Hijaz.
Lihat juga video “5 Makanan Wajib Saat Perayaan Imlek 2022”. (youtube/poskota tv)
Hasilnya, tokoh yang menjadi delegasi dari Komite Hijaz, yaitu KH Raden Asnawi Kudus.
Namun, alih-alih selesai, ternyata masalah baru muncul setelah penunjukan delegasi tersebut, karena belum adanya institusi yang mengirim Kiai Asnawi.
Oleh karena itu, organisasi atau jam'iyyah yang diberi nama Nahdlatul Ulama lahir, pada 31 Januari 1926 (16 Rajab 1344 H).
Sebagai informasi, pemilihan nama Nahdlatul Ulama merupakan usulan dari KH Mas Alwi bin Abdul Aziz. (Ibriza Fasti Ifhami)