JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kematian Wiyanto Halim (89), seorang tua renta yang dikeroyok oleh massa di Jakarta Timur karena dituding maling menyisakan luka mendalam bagi keluarga. Mereka menduga bahwa kematian Wiyanto Halim yang sudah lansia itu direkayasa.
Polda Metro Jaya sebelumnya menyampaikan sekelompok massa mengeroyok Wiyanto lantaran terprovokasi bahwa kakek tua itu disebut maling mobil. Padahal saat mengunjungi lokasi kejadian, Wiyanto memang mengendarai mobil.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol E Zulpan, mengatakan polisi telah mengumumkan bahwa Wiyanto bukanlah maling mobil.
"Sudah empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka," kata Zulpan kepada wartawan, kemarin (24/1).
Lihat juga video “Tutorial Bertransportasi Mudah dan Murah Menggunakan JakLingko”. (youtube/poskota tv)
Penyelidikan polisi tak dipercayai oleh pihak keluarga Wiyanto. Kuasa hukum Wiyanto Halim, Freddy Yoanes Patty, mengatakan serangkaian aksi yang dilakukan massa pengeroyok Wiyanto menuai kejanggalan. Dia menduga kuat bahwa peristiwa ini direkayasa.
Freddy membeberkan kejanggalan peristiwa kematian Wiyanto dimulai dari aksi pengejaran, peneriakan maling hingga berujung pengeroyokan. Menurut Freddy, sekelompok orang yang berteriak maling hingga memprovokasi massa patut dipertanyakan.
"Meninggalnya Almarhum Wiyanto Halim bukanlah pengeroyokan yang terjadi secara spontan, akan tetapi ada rekayasa," kata Freddy dalam konferensi pers di Rumah duka Grand Heaven, Jakarta Utara, kemarin (24/1/2022).
Freddy menuturkan, rekayaa ini tergambar ketika Wiyanto yang tengah mengendarai mobil digiring ke lokasi tertentu. Cara ini ditujukan agar Wiyanto seolah-olah dikeroyok oleh massa akibat dampak provokasi.
Pernyataan Freddy itu bukan sekadar asumsi. Dia menyebutkan pihaknya memiliki saksi yang melihat sejumlah orang bertugas mengajar warga di sekitar lokasi kejadian.
Freddy mengklaim sosok Wiyanto yang sudah uzur itu tak memiliki musuh. Namun, almarhum ini diketahui tengah bersengketa lahan dengan nilai triliunan rupiah. Kasus ini sudah cukup lama, yakni sekitar 33 tahun lalu atau tepatnya tahun 1988.
"33 tahun beliau memperjuangkan hak-hak atas tanahnya sampai saat ini belum pernah selesai. Indikasi kedua memang secara priabadi beliau tidak punya musuh siapapun," ungkap Freddy.