Perang Dunia Ketiga dan Perang Saudara

Senin 17 Jan 2022, 12:55 WIB
Ilustrasi rudal.(ist)

Ilustrasi rudal.(ist)

Menantang Rusia dan China yang mutlak berada di posisi 2 dan 3 sesudah Amerika Serikat pada Global Fire Power Index 2021 serta sama-sama memiliki persenjataan nuklir dan alutsista yang modern adalah tindakan gegabah berikut dari Amerika Serikat setelah masalah sosial, politik, keamanan dan ekonomi domestiknya yang sedang rapuh.

Bukannya bersama-sama menyelesaikan masalah krisis inflasi global baik disisi barang maupun energi akibat dari pandemi dan merubah fundamental USD yang selama ini mengacu terhadap Migas serta merangkul masyarakat domestiknya yang terbelah, Presiden Joe Biden memutuskan untuk menciptakan Perang Dingin jilid 2 terhadap Rusia dan China.

Dunia semenjak itu mengalami perlombaan baru di dunia persenjataan perang yaitu pasukan perang siber, misil Hipersonik dan Kecerdasan Buatan (AI).

Khusus untuk isu perlombaan pengembangan AI, Presiden Rusia Vladimir Putin pernah menyatakan bahwa negara yang paling mapan dalam pengembangan AI akan menjadi penguasa dunia, namun bahaya dari pengembangan AI ini adalah belum adanya standard etika dari pengembangan AI serta belum adanya regulator global yang melakukan supervisi dari produk ini.

Kemampuan AI yang sekarang telah melampaui kecerdasan manusia adalah ancaman serius bagi keamanan dunia, terutama dalam sisi Machine Learning. Strategi militernya kemungkinan sudah jauh di atas kecerdasan ahli perang manapun di dunia.

Ancaman perang saudara di dalam negeri Amerika Serikat serta perang dunia ketiga akan menggiring dunia yang tidak ikut dikubu perang dunia ketiga menjadi ikut terseret akibat sektor ekonomi yang hancur, karena memang pada dasarnya era abad 21 adalah era interkoneksi dan interdipendensi.

Satu hancur maka hancur semua. Sektor keuangan, Ekspor-Impor, Internet of Things (IoT), dan sebagainya saling berketergantungan satu sama lainnya. (Fulano Indono) 

Berita Terkait

News Update