Duh! Pengadaan Batu Bara PLN Diduga Ada Praktik Rente

Jumat 14 Jan 2022, 18:55 WIB
Ilustrasi: Pekerja melintas di dekat kapal tongkang pengangkut batubara di kawasan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan. (Foto: Antara).

Ilustrasi: Pekerja melintas di dekat kapal tongkang pengangkut batubara di kawasan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan. (Foto: Antara).

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kisruh pengadaan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) milik PT PLN ditengarai karena adanya perburuan rente di perusahaan setrum milik negara tersebut. 

Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi BUMN (Komisi VI) DPR RI, Amin Ak, Jumat (14/1/2022). Menurutnya, kian seringnya krisis pasokan batu bara membuka fakta ketidakberesan pemenuhan kebutuhan batu bara untuk PLTU PLN. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan, sebelumnya mengatakan bahwa PT PLN Batu Bara membeli batu bara kepada trader, bukan kepada produsen batu bara.

Praktik ini menimbulkan dugaan adanya praktik rente untuk keuntungan pihak tertentu. Amin pun mendesak dilakukan audit menyeluruh terhadap kegiatan pengadaan batubara oleh PT PLN Batubara.

“Tidak cukup dengan membubarkan PT PLN Batubara, harus ada audit menyeluruh untuk mengungkap ada tidaknya praktik moral hazard. Audit juga untuk mengungkapkan siapa saja pemburu rente pengadaan batu bara, jangan sampai PT PLN Batubara hanya jadi kambing hitam saja,” katanya.

Selain merugikan rakyat, Amin melanjutkan, praktik rente tersebut menimbulkan inefisiensi biaya produksi listrik yang kemudian berdampak naiknya tarif dasar listrik. Akibatnya, pengeluaran masyarakat maupun dunia usaha mengalami kenaikan.

Di sisi lain, negara harus mengeluarkan alokasi APBN lebih besar untuk menyubsidi listrik golongan masyarakat bawah. 

Selain audit menyeluruh, Amin juga mendesak Kementerian BUMN untuk melibatkan aparat hukum guna menyelidiki dugaan korupsi manajemen PT PLN Batubara. 

Amin mendasarkan dugaan adanya praktek pemburu rente itu karena ada ketidakpatuhan manajemen PT PLN Batubara terhadap Keputusan Menteri ESDM No.255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri minimal 25% dari produksi batu bara para produsen, dengan harga untuk pembangkit listrik maksimal (HBA) sebesar US$ 70 per ton.

“Tata kelola pasokan batu bara ini harus segera dibenahi, jangan sampai PLTU berhenti beroperasi karena tidak memperoleh batu bara,” kata Amin.

Data Kementerian ESDM menunjukkan cukup besar kontrak pengadaan batu bara PLN yang dilakukan dengan perusahaan dagang. Kontrak dengan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OPK) hanya 38 persen dari total kontrak, sedangkan kontrak dengan pemegang kontrak karya batubara (PKP2B) hanya 31 persen.

Kontrak pengadaan batu bara PLN dengan pemegang IUP OPK juga dapat menimbulkan ketidakpastian pasokan, terutama saat harga batu bara meroket. Perusahaan-perusahaan ini tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi kebijakan DMO sebesar 25% dari produksi batu bara mereka.(*)

Berita Terkait

News Update