Ekspor Batu Bara Sementara Dilarang Pemerintah

Senin 03 Jan 2022, 05:00 WIB
Antrian tongkang batu bara di sepanjang Sungai Mahakam Samarinda Kalimantan Timur pada 31 Agustus 2019. (Sumber: Reuters)

Antrian tongkang batu bara di sepanjang Sungai Mahakam Samarinda Kalimantan Timur pada 31 Agustus 2019. (Sumber: Reuters)

INDONESIA, POSKOTA.CO.ID - Larangan ekspor batu bara yang dilakukan Pemerintah pada 1 hingga 31 Januari untuk mengamankan ketersediaan bahan bakar tersebut bagi pembangkit listrik dalam negeri.

PT PLN saat ini sedang mengalami defisit pasokan akibat rendahnya pemenuhan kewajiban penjualan batu bara dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) oleh para pengusaha batu bara.

Jika kekurangan suplai batu bara tersebut terus terjadi maka jutaan pelanggan listrik di Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan non-Jamali akan mengalami pemadaman listrik.

“Jika larangan ekspor tidak dilakukan, hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap dengan daya sekitar 10.850 megawatt akan padam. Ini berpotensi menggangu kestabilan perekonomian nasional,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Jamaludin pada Sabtu (1/1). Demikian dilansir dari VOA Indonesia.

Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan tersebut setelah 5 Januari 2022. Saat pasokan batu bara untuk pembangkit sudah terpenuhi maka kegiatan ekspor akan kembali normal.

Pemenuhan DMO Rendah

Produsen batu bara harus mengalokasikan minimal 25 persen dari rencana produksi yang disetujui untuk kebutuhan dalam negeri berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021.

Namun realisasinya selalu di bawah persentase kewajiban DMO. Hal ini mengakibatkan di akhir tahun ini pembangkit PLN mengalami defisit pasokan batu bara.

Menurut Ridwan Jamaludin, pemerintah telah beberapa kali mengingatkan kepada para pengusaha batu bara untuk terus memenuhi komitmennya dalam memasok kebutuhan PLN.

Dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan dari pemerintah hingga tanggal 1 Januari 2022 hanya dipenuhi sebesar 35.000 MT atau kurang dari 1 persen.

“Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada," ungkap Ridwan.

Menurutnya, persediaan batu bara yang aman di PLTU PLN adalah di atas 20 hari operasi.

Harga Jual Domestik

Ridwan tidak menjelaskan lebih lanjut penyebab rendahnya pemenuhan DMO.

Namun selisih antara harga jual batu bara domestik yang ditetapkan pemerintah dan harga ekspor terpaut jauh.

Harga jual batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum saat ditetapkan sebesar $ 70/MT. Sedangkan Harga Batu bara Acuan (HBA) untuk Desember saja mencapai $ 159.79/ton.

HBA yang digunakan untuk menentukan harga jual batu bara ekspor, mencapai harga rekor pada November 2021. Yaitu $ 215/MT terkerek lonjakan harga batu bara internasional.

Penyetopan Ekspor Merugikan

Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menyesalkan keputusan tersebut dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (1/1/2021).

Penyetopan sementara ekspor batu bara akan berdampak negatif. Di antaranya mengganggu tingkat produksi nasional sebesar 38 hingga 40 juta metrik ton. Akibatnya pemerintah berpotensi kehilangan devisa hasil ekspor batu bara sekitar $3 miliar per bulan.

APBI juga mengingatkan pelarangan ekspor bisa deklarasi force majeure atau keadaan kahar masif dari para produsen karena tidak bisa mengirimkan batu bara kepada pembeli ekspor yang sudah terkontrak. Akibatnya akan banyak sengketa antara penjual dan pembeli batubara.

"Kapal-kapal yang sedang berlayar ke perairan Indonesia juga akan mengalami kondisi ketidakpastian dan hal ini berakibat pada reputasi dan kehandalan Indonesia selama ini sebagai pemasok batubara dunia," kata APBI dalam pernyataannya.

APBI memberikan sejumlah rekomendasi jangka pendek untuk masalah ini. Termasuk menindak tegas pemasuk yang tidak memenuhi kewajiban, menyesuaikan persentase DMO dengan kebutuhan riil pasar domestik, dan menetapkan harga jual yang mengikuti harga pasar untuk menghindari disparitas. ***

Berita Terkait
News Update