Sistem meritokrasi tak ubahnya manajemen talenta atau ajang pencarian bakat yang menekankan kemampuan seseorang ASN untuk menduduki posisi dan jabatan tertentu.
Dengan sistem ini, jabatan penting dan strategis akan diduduki oleh orang-orang yang benar-benar memiliki kualifikasi, kompetensi dan kinerja di bidangnya, bukan semata mengandalkan pada jenjang karir prosedural yang selama ini berlaku. terdapat motivasi untuk meningkatkan kualitas diri, bukan ongkang-ongkang kaki, kemudian menduduki jabatan tinggi karena hasil kolusi.
Dengan sistem ini, membuka peluang kepada setiap orang, tanpa kecuali untuk berlomba meraih prestasi, berkreasi dan berinovasi.
Reformasi memang sebuah keharusan, untuk mengubah pola pikir aparat yang siap melayani, bukan minta dilayani. Menyederhanakan persoalan, bukan mempersulit persoalan. Menyelesaikan masalah, bukan menciptakan masalah.
Kita berharap reformasi birokrasi tidak putus di tengah jalan. Hasil yang telah dicapai selama ini patut disyukuri dengan senantiasa mengevaluasi diri tiada henti, bukan lantas membanggakan diri, kemudian lupa diri.
Begitu pula bagi mereka yang telah lulus seleksi menjadi ASN, jangan berpuas diri. Tantangan di depan makin menghadang yang penyelesaiannya tak sebatas memiliki kecerdasan intelektual, juga kecerdasan moral.
Perlu olah pikir dan olah laku sebagai ASN yang profesional dan bermoral. Selalu mengedepankan sopan santun dan beretika baik dalam ucapan maupun perbuatan. Senantiasa mempertimbangkan hal baik dan buruk dalam beraktivitas dalam tugas, dan lingkungan sosialnya. Berakhlak mulia. Itulah ASN yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Mari tapaki tahun 2022 ini dengan satunya kata dengan perbuatan untuk banyak menebar kebaikan, menyingkirkan keburukan, sekecil apapun keburukan itu. (jokles)