"Rekatan antar sachet masih renggang, warna cairan lebih cerah komposisinya tidak kental serta wanginya lebih menyengat, bila digunakan dapat mengakibatkan iritasi kulit," kata Condro.
Condro mengatakan bahwa penyidik menemukan fakta bahwa pemilik gudang tersebut tidak memiliki legalitas dan perijinan berusaha bahkan tidak memiliki kontrak kerjasama dengan perusahaan pemilik merek yaitu PT. Unilever.
"Usaha ilegal ini berpindah-pindah, sudah 3 tahun beroperasi dengan omzet Rp200 juta per bulan, sehingga tidak heran bila pengelola gudang mampu menggaji karyawannya dengan Rp15 juta per bulan," kata Condro.
Selain menyita jutaan sachet shampo dan gel rambut palsu, penyidik juga menyita alat produksi, bahan baku seperti soda api, alkohol 96%, lem, pewarna makanan dan bahan pengawet.
"Pelaku bahkan mengimport rol cetakan sachet dari Cina, sehingga kemasannya menjadi tampak seperti asli," tegas Condro.
Pasca pemeriksaan 7 saksi, penyidik menetapkan pemilik gudang, HL (28) sebagai tersangka.
Lihat juga video “Tidak Miliki NIK, Ratusan Warga Binaan Rutan Gagal Divaksin”. (youtube/poskota tv)
"HL telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana kesehatan dan perlindungan konsumen," jelasnya.
Tersangka dijerat dengan persangkaan Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) dan ayat (2) Undang - Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 60 Undang - Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1 Miliar.
"Selain itu, penyidik juga menerapkan persangkaan berlapis dengan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) huruf (f) atau Pasal 9 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak 2 Miliar," kata Condro. (haryono)