ADVERTISEMENT

Kericuhan Buruh di Kantor Gubenur Banten Preseden Buruk bagi Citra Polri

Jumat, 24 Desember 2021 15:52 WIB

Share
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul. (foto: ist)
Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN), Adib Miftahul. (foto: ist)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TANGERANG, POSKOTA.CO.ID - Merangseknya massa unjuk rasa buruh ke kantor pusat pemerintahan Gubernur Provinsi Banten, menjadi catatan buruk bagi Polri.

Hal ini, perlu dievaluasi secara serius, sebab ricuhnya massa aksi unjuk rasa di Kantor Gubenur yang masuk dalam kategori Objek Vital Nasional (Obvitnas) dan Objek Tertentu (Obter) harusnya bisa dicegah jika prosedur tetap pengamanan dijalankan dengan baik oleh aparatur terkait. 

Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul, mengaku heran, sebab lingkungan pemerintah Provinsi Banten merupakan salah satu simbol dari penyelenggara pemerintah daerah yang mestinya mendapatkan pengamanan ekstra dari gangguan ancaman maupun keamanan. 

Adib menilai, ada standar manajemen pengamanan yang tidak berjalan dengan semestinya, sehingga pihak aparatur kemanan kebobolan. 

Padahal, dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 3/2019 tentang Pemberian Bantuan Pengamanan Pada Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu, sangat jelas kalau Polri wajib melakukan Protap (Presedur Tetap) dalam rangka menjaga, mencegah dan mengantisipasi terjadinya ancaman, gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap Objek Vital Nasional dan Objek Tertentu. 

“Polri sebagai alat negara pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, harusnya ikut bertanggung jawab secara penuh terkait dengan keamanan kantor-kantor pelayananan masyarakat. Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak,” katanya, Jumat (24/12/2021).

Sebab itu, Adib mendorong Kapolri untuk mengevaluasi secara detail pelaksanaan dan penerapan manajemen keamanan kepolisian dalam menjaga Obvitnas dan Obter.

"Apabila dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan kejadian ini akan terulang kembali di seluruh kantor-kantor pemerintahan lain," ungkapnya.

Adib mengaku tidak mempersoalkan aksi buruh yang menuntut peningkatan upah minimum provinsi. Namun, peserta aksi buruh juga harus mengetahui bahwa penetapan standar upah minimum sudah dibahas dengan melibatkan pemerintah, pengusaha dan perwakilan buruh. Jika kemudian hari ada persoalan, sebaiknya digugat secara hukum. 

"Jangan sampai aksi-aksi buruh yang sejatinya ingin menyampaikan aspirasinya, berujung ditunggangi oleh kepentingan politik menjelang Pemilu 2024 mendatang," katanya.

Halaman

ADVERTISEMENT

Editor: Yulian Saputra
Contributor: Veronica Prasetio
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT