DPR Sebut Kasus Mafia Tanah di Cakung Janggal: Panggil BPN!

Kamis 23 Des 2021, 00:01 WIB
Anggota Komisi II DPR dari F-PKB, Yanuar Prihatin. (foto: rizal)

Anggota Komisi II DPR dari F-PKB, Yanuar Prihatin. (foto: rizal)

“Betul sekali. Kami akan melalukan supervisi penanganan kasus mafia tanah, khususnya yang diadukan ke Kompolnas,” kata Benny pada kesempatan berbeda.

Sepengakuan Benny, pihaknya sudah rapat bersama membahas penanganan mafia tanah sekaligus meneruskan aduan yang masuk ke Kompolnas soal mafia tanah. Selama ini, Kompolnas banyak menerima aduan dari masyarakat korban mafia tanah. 

“Untuk membasmi mafia tanah perlu langkah tegas, keras, konsisten dan berkelanjutan. Tanpa bantuan oknum terkait, maka mafia tanah akan terkendala dalam beroperasi, apalagi menyangkut penggunaan dokumen palsu,” jelas dia.

Tak Bisa Ada SK Kepemilikan

Pakar Hukum Universitas Tarumanegara, Gunawan Widjaja meminta kepolisian transparan dan profesional dalam menangani kasus dugaan mafia tanah di Cakung, Jakarta Timur. Karena, Benny Tabalujan sudah jadi tersangka di Polda Metro Jaya, tapi ada penetapan tersangka lain di Bareskrim Polri.

“Itulah pentingnya keterbukaan data kepemilikan tanah, sehingga hal-hal yang terbuka ke publik tidak lagi menghebohkan,” katanya.

Selain itu, kata Gunawan, BPN juga harus tunduk dan patuh terhadap putusan Mahkamah Agung (MA). Menurut dia, putusan PTUN tidak menentukan siapa pemilik sebidang tanah. Hal ini harus diputuskan secara keperdataan.

Dalam praktik saat ini, ia mengakui memang sering timbul kerancuan terhadap putusan PTUN yang sering dipakai sebagai dasar kepemilikan. Padahal, konsep kepemilikan adalah konsep keperdataan bukan administrasi negara.

“Dengan demikian selama proses perdata masih berlangsung dan belum diputus kepemilikannya, maka BPN tidak boleh melakukan tindakan apapun juga, apalagi menetapkan kepemilikan bidang tanah atas nama pihak tertentu. BPN tidak memiliki kewenangan untuk menentukan pemilik suatu bidang tanah tertentu,” tandasnya.

Baca Juga:

Hal senada disampaikan Dekan Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Profesor Amad Sudiro. Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil, kata dia, seharusnya tidak mengeluarkan suatu kebijakan atau surat keputusan terhadap kepemilikan status tanah yang masih bersengketa.

“Menurut saya, Menteri ATR/BPN terlalu prematur ya. Kalau tanah itu masih sengketa, harusnya statusnya tunda dulu sampai ada putusan pengadilan yang jelas siapa pemilik yang sahnya, agar tidak beralih ke pemegang yang tidak hak,” jelas Sudiro.

Ia juga meminta KY untuk mengambil peran mengawasi proses peradilan. Sebab, oknum lembaga peradilan bisa saja potensial terlibat dalam bagian dari mafia peradilan, khususnya kasus-kasus yang terkait dengan sengketa pertanahan.

Berita Terkait

News Update